Jokowi Diminta Nonaktifkan Pejabat Negara yang Disebut dalam Dakwaan E-KTP
Jakarta - Tidak sedikit nama-nama yang disebut dalam dakwaan di persidangan Pengadilan Tipikor kasus korupsi e-KTP. Mulai dari menteri, gubernur hingga politisi di Senayan.
Presiden Jokowi pun diminta segera menonaktifkan sementara pejabat pemerintah yang diduga terlibat kasus korupsi tersebut. Tujuannya, agar penuntasan kasus yang sedang ditangani KPK bisa berjalan lancar.
"Presiden harus gerak cepat untuk mengambil tindakan cepat bertahap, yang progesif bagi KPK, supaya KPK bisa cepat (mengusut tuntas), karena masyarakat menunggu dan mengawasi," kata Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) Haris Azhar di Gedung KPK, Jakarta, Minggu (12/3).
Dalam surat dakwan terhadap Direktur Pengelola Informasi Administrasi Kependudukan, Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kemendagri Sugiharto, dan mantan Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil, Irman, disebutkan puluhan pejabat publik yang diduga menerima suap.
Adapun kerugian negara akibat kasus tersebut, sekitar Rp 2 triliun. Jika melihat dari modus dan jumlah kerugian negara tersebut, Haris menduga masih ada proyek lain yang juga dikorupsi.
"Kalau liat dari angka dan modus dan orang-orang yang terlibat mungkin sudah sering kayak gini," katanya.
Oleh karena itu, Presiden Jokowi harus tegas segera menonaktifkan bawahannya jika ingin kasus ini terungkap tuntas. Jika tidak, akan banyak bantahan yang kemudian akan menghambat proses pengungkapan.
"(Penuntasan) jalan slow akan beri ruang untuk nama yang disebutkan melakukan manuver. Dua hari terakhir sudah banyak bantahan, misalnya, Gamawan Fauzi (Mantan Menteri Dalam Negeri) menuduh balik ketua KPK. Jadi, saya pikir jangan dikasih 'angin' orang-orang itu," tegasnya.
Di tempat yang sama, sejumlah aktivis juga menyuarakan hal senada. Aktivis Indonesian Legal Roundtable (ILR), Erwin Natosmal Oemar meminta agar pejabat negara yang disebut menerima fee dan terlibat korupsi proyek e-KTP untuk dinonaktifkan.
"Kami datangi KPK untuk mendorong dan minta pejabat dan presiden untuk menonaktifkan yang melakukan korupsi berjamaah," ujarnya.
Erwin mengatakan, pemerintahan tidak akan berjalan efektif jika masih menempatkan orang-orang berperilaku koruptif di jabatan strategis.
"Jika orang bermasalah tidak dinonaktifkan akan mempengaruhi kredibilitas pemerintah," kata Erwin.
Pegiat antikorupsi, Bahrain, menyatakan bahwa sebelum kasus e-KTP mencuat saja kepercayaan masyarakat akan anggota dewan sudah menurun. Apalagi dengan banyaknya nama anggota DPR RI yang disebutkan dalam dakwaan.
"Ironisnya, ada tiga ketua DPR yang disebutkan, Marzuki Alie, Setya Novanto dan Ade Komarudin," kata Bahrain.
Dengan demikian, kata Bahrain, pemerintah harus menanggapinya dengan tegas. Siapa pun yang diduga terlibat harus dinonaktifkan segera. "Kita tidak tahu manuver politik, bisa saja melalukan revisi UU KPK," kata Bahrain.