Sofyan Basir Janji akan Penuhi Panggilan Lanjutan KPK
Selasa, 31 Juli 2018 | 16:36 WIB / Deny Permana
Direktur Utama PLN, Sofyan Basir di Gedung KPK, Jakarta.
Jakarta - Direktur Utama PLN Sofyan Basir berjanji akan memenuhi panggilan KPK selanjutnya untuk diperiksa sebagai saksi dalam penyidikan kasus korupsi suap kesepakatan kerja sama pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Riau-1.
"Kalau dipanggil harus datang, besok pun (kalau dipanggil) kita sudah harus (datang), tidak ada masalah tapi ini (rapat terbatas) kan penting sekali," kata Sofyan di Istana Bogor, Selasa (31/7).
Sofyan tidak menghadiri panggilan KPK karena harus menghadiri rapat terbatas mengenai Strategi Kebijakan Memperkuat Cadangan Devisa yang di dalamnya membahas soal Domestic Market Obligation (DMO) dan biodisel bersama Presiden Joko Widodo dan para menteri Kabinet Kerja di Istana Bogor pada Selasa pagi.
"Karena rapat terbatas ini masalahnya (membahas) DMO, masalah biodiesel, dua-duanya case PLN kan, enggak mungkin kan (tidak dihadiri)," tambah Sofyan.
Ia pun mengaku sudah meminta izin kepada KPK tidak menghadiri panggilan pemeriksaan tersebut.
"Ya tidak apa-apa dong (tidak hadir), izin kan," tambah Sofyan.
Juru Bicara KPK Febri Diansyah mengatakan bahwa Sofyan telah mengirimkan surat tidak bisa memenuhi panggilan penyidik.
"Saksi Sofyan Basir tidak datang dalam rencana pemeriksaan hari ini, tadi staf yang bersangkutan menyerahkan surat ke KPK, tidak bisa datang memenuhi panggilan penyidik karena hari ini menjalankan tugas lain," kata Febri.
KPK pada hari Jumat (20/7) telah memeriksa Sofyan juga sebagai saksi untuk tersangka Johannes.
KPK sudah menetapkan dua tersangka dalam kasus ini yaitu Wakil Ketua Komisi VII DPR RI dari fraksi Golkar Eni Maulani Saragih dan pemegang saham Blackgold Natural Resources Limited Johannes Budisutrisno Kotjo.
Dalam operasi tangkap tangan (OTT) pada Jumat (13/7), KPK sudah mengamankan sejumlah barang bukti yang diduga terkait kasus itu yaitu uang Rp500 juta dalam pecahan Rp100 ribu dan dokumen atau tanda terima uang sebesar Rp500 juta tersebut.
Diduga, penerimaan uang sebesar Rp500 juta merupakan bagian dari commitment fee sebesar 2,5 persen dari nilai proyek yang akan diberikan kepada Eni Maulani Saragih dan kawan-kawan terkait kesepakatan kontrak kerja sama pembangunan PLTU Riau-1. Antara