Ketua DPR Setya Novanto : Saya Sampaikan Juga ke KPK agar Tidak Ada Kegaduhan Politik
Jakarta - Ketua DPR Setya Novanto mendukung penuh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam mengusut tuntas kasus dugaan pengadaan KTP Elektronik. Namun, ia menghimbau agar jangan sampai menimbulkan kegaduhan politik. Novanto juga membantah dirinya terlibat dalam proyek tersebut.
"Saya sebagai Ketua DPR mendukung supremasi hukum dan ini bisa diusut tuntas, itu yang kita harapkan. Saya sampaikan juga ke KPK agar tidak ada kegaduhan politik," kata Novanto di Gedung Nusantara III, Jakarta, Rabu, (8/3).
Dia mengakui telah melihat dakwaan yang bocor dan beredar di kalangan media, yang di dalamnya menyebutkan namanya namun dirinya menyerahkan pada proses hukum yang berjalan di persidangan.
Novanto juga membantah ada pertemuan dengan Nazaruddin, Anas Urbaningrum, dan Andi Narogong terkait proyek KTP-E tersebut dan dirinya sudah mengklarifikasi kepada KPK.
"Saya tidak pernah menerima apapun dari proyek KTP-E. Dan semua sudah disampaikan di KPK dan saya klarifikasi sejelas-jelasnya," ujarnya.
Ketua Umum DPP Partai Golkar itu mengakui pernah bertemu Andi Narogong namun dalam kapasitas jual beli kaos, ketika dirinya masih menjabat Bendahara Umum Partai Golkar.
Novanto juga membantah terlibat proses penganggaran proyek tersebut ketika dirinya menjabat Ketua Fraksi Partai Golkar di DPR dan tidak ada komunikasi dengan Andi terkait hal tersebut.
"Saya sebagai Pimpinan Fraksi ketika itu hanya menerima laporan-laporan yang dilakukan ketua komisi dari Fraksi Golkar secara lisan. Hal itu disampaikan dalam pleno fraksi yang dilakukan sebulan sekali," katanya.
Selain itu terkait anggaran dia menjelaskan, mekanismenya ada di panitia anggaran di Badan Anggaran (Banggar) DPR dan di Komisi II DPR saat itu.
Karena itu dia menyangkal dirinya sebagai Ketua FPG saat itu terlibat soal anggaran KTP-E karena dalam memutuskan sesuatu tidak bisa sendiri namun perlu persetujuan anggota lain. "FPG dalam memutuskan persetujuan sebuah proyek tidak bisa sendiri namun harus dengan persetujuan fraksi-fraksi lain. Anggota FPG saat itu 101 orang di DPR," ujarnya.
Dia juga mengatakan tidak tahu anggota DPR mana saja yang menerima aliran dana dari proyek yang potensi kerugian negaranya mencapai Rp2 triliun lebih itu. Novanto menyerahkan pada proses pengadilan yang segera berlangsung agar terungkap fakta yang sebenarnya.