Persidangan Proyek e-KTP
Nama Besar yang Disebut Akan Buat Publik Terkejut
Sabtu, 04 Maret 2017 | 13:08 WIB / Deny Permana
Ketua KPK, Agus Rahardjo.
Jakarta - Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi (PN Tipikor) Jakarta akan segera mengelar persidangan perdana kasus e-KTP pada Kamis, 9 Maret 2017 mendatang.
Ketua KPK, Agus Rahardjo berharap tidak terjadi guncangan politik akibat perkara tersebut.
Sebab, perkara korupsi yang merugikan negara sebesar Rp 2 triliun itu diduga kuat melibatkan nama-nama besar.
"Mudah-mudahan tidak ada goncangan politik yang besar ya, karena namanya yang akan disebutkan memang banyak sekali," kata Agus di Jakarta.
Nama-nama besar itu, lanjut Agus, dapat publik lihat dan dengar langsung dalam persidangan perkara itu.
"Kalau Anda mendengarkan dakwaan dibacakan, Anda akan sangat terkejut. Banyak orang yang namanya disebut di sana. Anda akan terkejut," jelas Agus.
Bagi KPK, penyebutan nama-nama besar yang terlibat perkara itu berarti juga akan membuka kembali penyelidikan yang baru. "Nanti secara periodik. Kami (laksanakan) secara berjenjang, ini dulu, habis ini siapa, (proses) itu ada ya," ujarnya.
Seperti diketahui, dalam beberapa kesempatan, KPK juga berkali-kali menyebut adanya pengembalian uang hasil korupsi dari kasus ini. Namun KPK masih enggan mengungkapnya ke publik. Nantinya nama-nama itu akan muncul dalam surat dakwaan.
"Nama-nama pihak yang terlibat akan kita munculkan di dakwaan," kata Kabiro Humas KPK Febri Diansyah, Sabtu (4/3).
Pada Jumat, 10 Februari lalu, Febri juga mengatakan KPK telah menerima pengembalian uang senilai Rp 250 miliar dari berbagai pihak, yaitu 5 korporasi, 1 konsorsium, dan 14 orang. Namun Febri tidak merinci perusahaan dan orang-orang itu. Di antara 14 orang tersebut, ada pula anggota DPR, tetapi Febri lagi-lagi enggan membeberkannya.
"Kasus indikasi korupsi pengadaan KTP berbasis elektronik, sampai dengan saat ini ada pengembalian uang ke KPK Rp 250 miliar. Pengembalian uang dari sejumlah korporasi, tepatnya dari 5 korporasi dan 1 konsorsium. Dari korporasi dan konsorsium nilainya Rp 220 miliar. Kemudian ada pengembalian dari 14 orang ini yang informasinya cukup kooperatif. Uang yang dikembalikan dari 14 orang tersebut total nilainya Rp 30 miliar," kata Febri saat itu.
Berkas kasus e-KTP sebanyak 24 ribu lembar.
Terlepas dari itu, Febri menegaskan surat dakwaan nanti akan menguraikan banyak hal, termasuk indikasi aliran uang dalam kasus tersebut. Pengembalian uang yang dilakukan banyak pihak itu ditegaskan tidak akan menghapus unsur tindak pidana.
"Jadi, ketika disampaikan ada nama besar, nanti sama-sama kita lihat di dakwaan, siapa nama besar tersebut, apa perannya, dan apakah ada indikasi aliran dana terhadap nama-nama tersebut. Karena dalam kasus e-KTP ini, kita melihat ada indikasi persoalan sejak proses perencanaan. Dan ada indikasi aliran dana pada sejumlah pihak. Jadi ini bukan hanya proses pengadaan saja, tetapi sebagian penyimpangan dalam proses pengadaan ini salah satunya adalah terkait dengan kolusi yang ada dan indikasi aliran dana pada sejumlah pihak," jelas Febri.
Dalam kasus ini, PN Tipikor Jakarta juga telah menunjuk majelis hakim untuk mengadili perkara ini. Majelis hakim yang akan mengadili kasus tersebut adalah John Halasan Butar Butar, Franki Tambuwun, Emilia, Anshori, dan Anwar. John Halasan Butar Butar akan menjadi ketua majelis hakim.
Perkara dugaan korupsi E-KTP yang akan masuk persidangan ini terdiri dari dua tersangka, yakni mantan Direktur Pengelola Informasi Administrasi Kependudukan Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kementerian Dalam Negeri, Sugiharto dan mantan Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kementerian Dalam Negeri Irman.
Keduanya dikenakan Pasal 2 atau 3 UU No 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 KUHAP. Menurut KPK, proyek pengadaan E-KTP senilai Rp 6 triliun.
Namun, Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) menemukan adanya kerugian negara sebesar Rp 2 triliun.