Sidang Korupsi e-KTP
Gamawan Fauzi: Demi Allah, Saya Kalau Mengkhianati Bangsa Ini, Saya Minta Dikutuk
Kamis, 16 Maret 2017 | 13:24 WIB / Deny Permana
Gamawan Fauzi di sidang e-KTP.
Jakarta - Mantan Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Gamawan Fauzi menjadi saksi di sidang perkara dugaan korupsi proyek e-KTP.
Dalam penjelasannya, ia menyatakan proyek e-KTP sudah dimulai dua tahun sebelum dia menjabat sebagai Mendagri. Awalnya, Gamawan menyebut dia tahu proyek e-KTP merupakan amanat undang-undang. Bahkan, ia sempat dipanggil DPR untuk membahas sumber anggaran proyek e-KTP.
"Di situ DPR meminta supaya ini diupayakan dengan anggaran APBN murni. Karena sebelumnya saya dengar itu ada Pinjaman Hibah Luar Negeri," kata Gamawan di Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi (PN Tipikor), Jakarta, Kamis (16/3).
"Berdasarkan itu saya juga pernah membaca, Pak Menteri sebelumnya juga sudah mengusulkan seperti itu. Saya berdasarkan surat menteri sebelumnya dan berdasarkan permintaan DPR, lalu saya laporkan kepada Bapak Presiden," jelasnya.
Di persidangan itu, Gamawan membantah keras kalau dirinya menerima uang terkait korupsi dari proyek e-KTP. Ia meminta masyarakat Indonesia untuk mendoakannya dikutuk Tuhan apabila terbukti menerima uang itu.
"Terkait dengan program e-KTP, apakah saudara pernah menerima sesuatu?" tanya hakim John Halasan.
"Satu rupiah pun saya tidak pernah menerima, Yang Mulia. Demi Allah, saya kalau mengkhianati bangsa ini menerima satu rupiah, saya minta didoakan seluruh rakyat Indonesia, saya dikutuk Allah SWT," jawab Gamawan.
Sebaliknya, Gamawan juga meminta apabila ada orang yang memfitnahnya maka orang tersebut diberi balasan. "Tapi kalau ada yang memfitnah, saya berharap itu yang memfitnah dikutuk," tegasnya.
Suara Gamawan agak meninggi. Hal itu juga yang membuat anggota majelis hakim lainnya meminta dia menjaga emosi. "Jaga emosinya ya Pak ya," pinta anggota majelis hakim.
"Tidak, saya tidak emosi Yang Mulia," tanggap Gamawan.
Ia juga membantah menerima USD 4,5 juta, sementara yang Rp 50 juta disebutkannya merupakan uang honor sebagai pembicara.
"Saya baca disebut-sebut terima Rp 50 juta untuk 5 daerah. Saya perlu clear-kan Yang Mulia, karena banyak yang bertanya kepada saya. Uang itu honor saya pembicara, Yang Mulia, di 5 provinsi. Karena menurut aturan, 1 jam menteri bicara itu Rp 5 juta. Kalau saya bicara 2 jam, Rp 10 juta," kata Gamawan.
Ia juga mengungkapkan, terkait pengadaan mega proyek bernilai Rp 5,9 triliun itu ia sempat meminta agar tidak dikerjakan Kemendagri. Namun, saat itu ada penolakan dari Istana.
"Saya katakan waktu itu bisa tidak ini tidak dikerjakan kementerian dalam negeri? Kata Pak Wapres tidak bisa itu sudah tugas Kemendagri karena Dirjennya di situ. Baiklah kalau begitu," kata Gamawan.
Permintaan agar e-KTP tidak digarap Kemendagri disampaikan Gamawan saat itu kepada wapres dalam rapat pembahasan proyek e-KTP. Salah satu alasan untuk tidak menggarap e-KTP disebut Gamawan juga karena dia merasa merupakan orang baru di Kemendagri.
"Karena saya orang baru di Jakarta, saya tidak tahu bagaimana Jakarta ini. jadi saya khawatir sebenarnya proyek sebesar ini saya orang baru, saya harus memimpin. Karena Mendagri siapa pun menterinya dia sekaligus pengguna anggaran," jelasnya.
Usai rapat di Istana Kepresidenan, Gamawan menyebut langsung dibuat Keppres nomor 10 tahun 2010 agar dibentuk tim pengarah. "Di SK-kan tim pengarah di situ," tuturnya.
Dalam kasus ini, jaksa pada KPK mendakwa eks Dirjen Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kemendagri Irman dan eks Direktur Pengelolaan Informasi Administrasi Kependudukan Ditjen Kependudukan dan Pencatatan Sipil Sugiharto melakukan tindak pidana korupsi dalam pengadaan e-KTP tahun anggaran 2011-2013.
Penyimpangan pengadaan e-KTP dimulai dari proses anggaran, lelang, hingga pengadaan e-KTP. Dalam perkara ini, Irman didakwa memperkaya diri sebesar Rp 2.371.250.000, USD 877.700, dan SGD 6.000. Sedangkan Sugiharto memperkaya diri sejumlah USD 3.473.830.
Sementara itu, Dalam surat dakwaan, Gamawan disebut menerima USD 4,5 juta dan Rp 50 juta. Salah satu pemberian yang diungkap KPK yaitu pemberian USD 2,5 juta dari Andi Agustinus alias Andi Narogong (rekanan Kemdagri) kepada Gamawan melalui saudaranya, Azmin Aulia, pada Juni 2011 untuk memperlancar proses penetapan pemenang lelang.