Fahri Hamzah : Kasus e-KTP, Jangan Ada yang Dijadikan Korban, Bocorkan Semua yang Terima Uang
Rabu, 15 Maret 2017 | 19:47 WIB / Kiky
Wakil Ketua DPR RI, Fahri Hamzah.
Jakarta - Wakil Ketua DPR RI, Fahri Hamzah meminta Ketua KPK Agus Rahardjo untuk membuka lebar-lebar kasus proyek E-KTP.
Fahri menilai hal itu perlu dilakukan agar semua yang terlibat dalam kasus yang merugikan keuangan negara itu bisa diusut tuntas.
“Supaya jangan ada yang dijadikan korban dan ada yang tidak dijadikan korban. Karena bagi saya tidak masuk akal,” katanya di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Rabu (15/3).
Apalagi, Fahri mengatakan KPK telah membocorkan surat dakwaan dan Berita Acara Pemeriksaan. "Saya mau nantang KPK karena sudah membocorkan surat dakwaan dan BAP, sekarang tolong bocorkan semua nama yang terima uang dan mengembalikan uang," tegasnya.
"Kenapa yang mengembalikan uang dilindungi? ini namanya perjanjian cuci nama, buka semua berani enggak?" tambahnya.
Fahri pun menyinggung Ketua KPK Agus Rahardjo yang menutupi keterlibatannya dalam kasus e-KTP.
Padahal, Agus Rahardjo yang menjabat sebagai Kepala Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah (LKPP) ditugaskan untuk mempelajari setiap tender. "Dia hadir rapat di kantor Wapres dipimpin Sofyan Djalil dan dia menyetujui tender dilanjutkan," kata Fahri.
Namun, menurut Fahri, setelah proyek berjalan justru dianggap mega korupsi. "Ketika jadi kok dianggap megakorupsi. Ada dua, nama anggota DPR, kedua korupsi setengah dari proyek," urainya.
Untuk itu, ia meminta supaya KPK menyebut nama-nama orang yang mengembalikan uang terkait proyek e-KTP. "Buka dong semuanya siapa yang disebut mengembalikan uang, individu atau perusahaan buka. Apa layak mengembalikan uang disebut pahlawan?" tambah Fahri.
Ia menduga terdapat orang yang digaransi Mantan Bendahara Umum Demokrat M. Nazaruddin untuk dilindungi namanya di KPK. Ia pun mengingatkan KPK agar kinerjanya tidak berdasarkan kepentingan tertentu.
"Jangan KPK melindungi orang tertentu, menghajar orang tertentu, berdasarkan pesanan orang tidak jelas," tutup Politikus Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu.