Kementerian PUPR Dorong BPD Tingkatkan Penyaluran KPR Bersubsidi bagi MBR
Selasa, 08 Agustus 2017 | 10:57 WIB / Yapto Prahasta Kesuma
Dirjen Pembiayaan Perumahan Kementerian PUPR, Lana Winayanti.
Jakarta - Sejak digulirkannya KPR Subsidi FLPP dari tahun 2010 hingga 2016, kemampuan penyaluran Bank Pembangunan Daerah (BPD) baru 1,2% dari total KPR FLPP.
Karena itu Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) mendorong BPD untuk lebih banyak lagi menyalurkan KPR bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) di daerahnya.
Tantangan BPD dalam penyaluran KPR diantaranya harus bersaing dengan bank umum nasional yang telah lama menyalurkan KPR.
Selain itu tantangan lainnya adalah kemampuan pengelolaan dana jangka panjang karena keterbatasan sumber dana jangka panjang yang dimiliki BPD.
Untuk meningkatkan kapasitas BPD dalam penyaluran KPR, Kementerian PUPR bekerjasama dengan PT. Sarana Multigriya Finansial (Persero) dan Asosiasi Bank Daerah (Asbanda) menyerahkan Standar Operasi Prosedur (SOP) KPR BPD SMF dan SOP Kredit Modal Kerja - Konstruksi Perumahan SMF (KMK KP SMF) kepada 25 BPD, di Jakarta Senin (7/8).
Penyerahan SOP tersebut diikuti dengan penandatanganan komitmen melaksanakan SOP tersebut oleh masing-masing perwakilan BPD.
Dirjen Pembiayaan Perumahan Kementerian PUPR, Lana Winayanti mengatakan bahwa adanya kedua SOP tersebut akan berdampak pada kemudahan MBR dalam mendapatkan KPR FLPP karena para calon kreditur cukup datang ke BPD setempat untuk mengajukan permohonan kredit tanpa harus ke kota besar.
“Permintaan rumah MBR dengan penghasilan maksimum Rp 4 juta untuk rumah tapak dan Rp 7 juta untuk rumah susun dinilai masih tinggi,” ujarnya.
Acara penandatanganan komitmen dan penyerahan SOP KPR BPD dan SOP KMK-KP.
Pada tahun 2017, dana bantuan pembiayaan perumahan dialokasikan sebesar Rp 3,1 triliun untuk KPR FLPP bagi 40.000 unit dari DIPA APBN-P TA 2017 dan Rp 1,4 triliun dari pengembalian pokok KPR FLPP.
Kemudian juga dialokasikan Rp 615 miliar bagi pembiayaan 239 ribu unit rumah melalui KPR Subsidi Selisih Bunga (SSB), dan sebesar RP 1,1 Triliun untuk membiayai sebanyak 279 ribu unit rumah melalui Subsidi Bantuan Uang Muka (SBUM).
“Dengan demikian, percepatan penyaluran dana bantuan pembiayaan perumahan melalui BPD sebagai entitas pembiayaan perumahan yang tersebar sampai pelosok daerah dipandang perlu,” kata Lana.
Dengan keterlibatan PT. SMF sebagai lembaga pembiayaan sekunder perumahan melalui sekuritisasi dan pembiayaan, diharapkan dapat meningkatkan kapasitas penyaluran KPR dan KMK-KP oleh BPD.
SMF sendiri sejak tahun 2005 telah mengalirkan dana dari pasar modal ke penyalur KPR hingga 30 Juni 2017 yang secara kumulatif mencapai Rp 32,64 triliun dimana Rp 2,04 triliun disalurkan melalui BPD.
Melalui SOP tersebut, Ditjen Pembiayaan Perumahan juga dapat melakukan pengawasan pekerjaan para pengembang dalam membangun rumah, lokasi pembangunan, dan kesesuaian terhadap standar kelayakan rumah.
“Kedepannya para pengembang perumahan harus melengkapi rumah yang dibangun dengan Sertifikat Laik Fungsi (SLF) yang diterbitkan oleh Pemerintah Daerah sehingga konsumen tidak dirugikan,” kata Lana lagi.
Namun, jika Pemda tersebut belum mampu menerbitkan SLF maka Ditjen Pembiayaan Perumahan akan mengirimkan tim untuk melakukan survei lapangan dan melihat kondisi bangunan sebagai acuan mengeluarkan rekomendasi SLF.