MENU TUTUP
Terpopuler     Nasional Daerah Home

Kapolri : Jika Polisi Tidak Dapat Rumah, Anggaran Kurang, Bukan Tidak Mungkin Melakukan Penyalahgunaan Wewenang

Rabu, 26 April 2017 | 21:51 WIB / Yapto Prahasta
Kapolri : Jika Polisi Tidak Dapat Rumah, Anggaran Kurang, Bukan Tidak Mungkin Melakukan Penyalahgunaan Wewenang Kapolri Jenderal (Pol) Tito Karnavian.
Yogyakarta - Pada tahun lalu Kepolisian Republik lndonesia (Polri) mendapatkan anggaran Rp 73 Triliun. Sementara pada tahun ini anggaran polri hanya sekitar Rp 80 Triliun. Namun anggaran sebanyak ini sekitar 60 persen diperuntukkan membayar gaji anggota kepolisian. Sebanyak 20 persen untuk biaya operasional. Sisanya 20 persen digunakan untuk pengadaan barang.
 
"Banyak tersedot untuk bayar gaji, biaya operasional kepolisian jauh dari kata cukup," kata Kapolri Jenderal (Pol) Tito Karnavian seusai acara di Grha Sabha Pramana (GSP) Universitas Gadjah Mada (UGM), Rabu (26/4).
 
Dia mengatakan anggaran operasional kepolisian saat ini sangat kurang. Anggaran operasional minim bisa menjadi penyebab terjadinya praktek suap dan lainnya di tubuh kepolisian.
 
"Anggaran 20 persen itu hanya cukup di Polri. Untuk tingkat Polda pas-pasan, Polres kurang, di Polsek sangat kurang sekali," katanya.
 
Dia mengakui praktek suap dan semacamnya masih sering terjadi. Munculnya masalah suap di kepolisian karena minimnya anggaran. "Jumlah anggota kepolisian, total sekitar 430.000. Kepolisian itu merupakan lembaga atau kementerian terbesar," tambahnya.
 
Menurut Tito struktur pembagian anggaran sangat memungkinkan terjadinya kasus korupsi di tubuh kepolisian, yang dilakukan oleh orang-orang tak bertanggungjawab. "Kalau melihat strukturnya saja, ada potensi korupsi di tubuh kepolisian," ungkap Tito.
 
Dia menambahkan kebutuhan anggota kepolisian banyak, mulai dari perumahan, jaminan kesehatan yang saat ini sudah ada BPJS dan lainnya. "Jika anggota kepolisian tidak mendapat perumahan, anggaran operasional kurang, anggaran patroli kurang, bukan tidak mungkin mereka melakukan penyalahgunaan wewenang. Karena mereka hanya memiliki kewenangan saja," katanya.
 
Sebab itu, Tito berharap penyidikan di Polri disamakan dengan sistem at cost yang diterapkan di Komisi Pemberantasn Korupsi (KPK). Beban biaya penyidikan pihak kepolisian ditanggung oleh negara.
 
"Yang sangat sulit itu anggaran (penyidikan) kurang lebih 70 juta. Untuk perkara bom meledak bisa sampai miliaran," katanya.
 
Sementara polri sampai sekarang masih menerapkan sistem indeks. Sistem ini berlaku dengan penetapan kasus menjadi beberapa bagian. Ada kasus dikategorikan penanganannya sulit, sedang, dan mudah. 
 
"Makanya kami ingin seperti KPK, pembiayaannya at cost, artinya untuk menangani kasus negara yang bayar," katanya.
 
Selama ini lanjut dia, untuk kasus penyelidikan di kepolisian yang membutuhkan biaya besar, kekurangannya dibebankan ke penyidik, bukan ke negara. 
 
"Sistem ini memberatkan bila dibebankan ke penyidik, bukan ke negara. Sementara kalau KPK tidak, berapapun juga dibiayai negara," pungkas Tito.
Baca Juga

Kapolri Apresiasi PMJ Sebagai Inisiator

Masyarakat Harus Patuhi PPKM Darurat

Tahun 2020 Karhutla Turun Drastis 81%

Sebanyak 79 Perwira Menengah Polri Naik Pangkat

Demokrasi Mengarah ke Liberal, Kapolri : Ini Berbahaya

Kontak Informasi indonesiareports.com
Redaksi: redaksiindonesiareports[at]yahoo.com
Iklan: iklanindonesiareports[at]yahoo.com