Ditjen Tata Ruang Tegaskan Transformasi Teknologi Jadi Kunci Perencanaan Tata Ruang ke Depan

Jakarta - Direktorat Jenderal Tata Ruang, Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) menekankan pentingnya transformasi teknologi dalam mendukung perencanaan tata ruang nasional. Pesan tersebut disampaikan dalam forum Talks: Peran Teknologi Informasi dalam Penataan Ruang yang menjadi bagian dari rangkaian The 7th Planocosmo International Conference, Senin (15/9/2025).
Acara ini terselenggara atas kerja sama Ikatan Ahli Perencanaan (IAP) Indonesia, Alumni Planologi ITB (API), dan Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota (PWK) ITB. Forum membahas pemanfaatan teknologi informasi untuk memperkuat implementasi kebijakan One Spatial Planning Policy (OSPP), serta mendorong sinergi antara pemerintah, akademisi, dan praktisi dalam mewujudkan penataan ruang yang lebih terpadu, transparan, dan berkelanjutan.
Sekretaris Ditjen Tata Ruang, Reny Windyawati, menegaskan bahwa arah kebijakan tata ruang ke depan harus mampu menjawab tantangan integrasi lintas dimensi.
“Kondisi perencanaan kita saat ini menuntut adanya pembaruan. Kami memiliki dua program utama, yakni revisi PP Nomor 13 Tahun 2017 tentang RTRWN untuk integrasi ruang darat, laut, udara, dan dalam bumi, serta pengembangan RTR berbasis tiga dimensi. Ke depan, semua RTR harus bisa disajikan dalam format 3D karena kebutuhan seperti penerbitan KKPR tidak bisa lagi hanya mengandalkan peta 2 dimensi yang rawan pergeseran,” jelas Reny.
Ia juga menyebut revisi PP 21 Tahun 2021 menjadi langkah penting untuk menyesuaikan dinamika kebutuhan ruang, termasuk akomodasi rencana investasi dan pembaruan daftar kegiatan pemanfaatan ruang (KBLI). “Ke depan, revisi RTR bisa dilakukan parsial. Selain itu, terkait SLA 40 hari penerbitan KKPR, kami menyiapkan mekanisme berbasis fiktif positif (fikpos),” tambahnya.
Sementara itu, Direktur Jenderal Tata Ruang, Suyus Windayana, menekankan perlunya paradigma baru dalam merancang tata ruang nasional.
“Pertumbuhan ekonomi sebaiknya memperhatikan daya dukung lingkungan sehingga RTR harus dibuat lebih detail. Tantangan kita adalah bagaimana mengintegrasikan semua itu dalam satu sistem. Dengan perkembangan teknologi dan ketersediaan data, kita bisa menghadirkan model tata ruang yang lebih presisi,” ujarnya.
Menurut Suyus, pemanfaatan teknologi dapat menghadirkan standar skala dan perencanaan tiga dimensi sebagai rujukan baru. “Dengan jumlah dokumen RTR yang ada saat ini, dibutuhkan model serta tools teknologi agar revisi lima tahunan bisa lebih efektif,” pungkasnya.
Sebagai bagian dari acara, turut diluncurkan buku “Masa Depan Perencanaan Indonesia II: Teknologi, Resiliensi, dan Masa Depan Perkotaan” yang memperkaya diskusi dengan gagasan segar mengenai arah pembangunan tata ruang di Indonesia.