MENU TUTUP
Terpopuler     Nasional Daerah Home

Anggota DPD RI, Andrianus Garu: Otonomi Daerah Gagal..!!

Rabu, 08 Maret 2017 | 09:07 WIB / Yapto Prahasta
Anggota DPD RI, Andrianus Garu: Otonomi Daerah Gagal..!! Anggota Komite IV DPD RI, Andrianus Garu.

Jakarta - Pemerintah dinilai tidak serius dalam mengurus otonomi daerah. Sering berubahnya peraturan undang-undang yang menyangkut daerah juga dikatakan hanya mengikuti selera kepentingan politik. Misalnya UU No 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah yang di ubah menjadi UU No 23 Tahun 2014.

“Dalam pandangan saya Indonesia itu menganut otonomi setengah hati. Pemerintah enggak serius mengurus otonomi. UU 32 sudah bagus diubah lagi jadi UU 23. Jadi semua ini kan ikut selera partai politik membangun negara, yang akibanya aset-aset daerah diambil oleh sekelompok orang untuk kepentingan kelompok,” kata Anggota Komite IV DPD RI, Andrianus Garu ketika dihubungi Indonesia Reports, Rabu (8/3).

Menurut Andre, panggilan akrabnya, permasalahan otonomi harus segera diselesaikan agar pembangunan di daerah dapat berjalan optimal.

“Saya sedikit menyesal karena Presiden juga enggak concern dalam hal ini. Harusnya beliau concern karena orang daerah dan tahu pemahaman tentang daerah,” kata Andre lagi.

Senator asal Manggarai, Flores ini mengungkapkan bahwa Nawacita Jokowi salah satunya adalah membangun daerah. Karena itu, instrumen menyangkut kepentingan daerah harus segera dibenahi.

“Minimal instrumen organisasi harus dibenahi. Misalnya begini, bunyi Pasal 91 UU No 23 itu gubernur adalah wakil pemerintah pusat yang ada di daerah, jadi seluruh urusan pusat ini serahkan saja ke gubernur. Jangan drop-in lagi orang-orang pusat bawa ke daerah yang akhirnya banyak jadi masalah,” sesalnya.

“Itu salah satu saja, buka balai-balai, buka satker-satker, berarti Presiden masih belum percaya bahwa gubernur adalah bagian dari pemerintah daerah. Baik di Perhubungan, Kementerian PUPR dan lainnya. Yang boleh itu hanya Kanwil Agama, Kanwil Keuangan, Hukum dan HAM. Karena memang itu amanat UU Otonomi. Tapi diluar itu harus ditarik, serahkan semuanya kepada gubernur sebagai wakil pemerintah pusat,” tegasnya.

Adrianus Garu (tengah) dalam acara diskuksi di Gedung DPD RI, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta.

Andre juga mengatakan, bahwa saat ini Pemerintah bergerak bukan karena berdasarkan responsif masyarakat terhadap kebutuhan. Tetapi hanya berdasarkan ada uang namun tidak punya konsep yang jelas.

“Di daerah saya bangun air bersih, waduk, embung, sudah tidak ada air, karena bukan berdasarkan responsif masyarakat terhadap kebutuhan. Karena uang ada, di doronglah itulah money follow program (red-penempatan dana di program prioritas kementerian dan lembaga), dulu yang penting uang program. Nah sekarang bagaimana Presiden meyakinkan money follow program yang dia rencanakan ini bisa berhasil,” jelasnya.

Dengan money follow program, belanja negara tidak lagi dibagi secara merata kepada setiap tugas dan fungsi (money follow function).

Menurut Andre, Presiden harus buat tim kajian dan mengevaluasi pembangunan di daerah.

“Bukan hanya di NTT, saya pikir dari Sabang sampai Merauke masalahnya hampir sama. Ini yang menjadi masalah utama, kenapa uang kita begitu banyak, mubazir. Karena Pemerintah sendiri tidak yakin pada apa yang sudah mereka buat sehingga capaiannya tidak terukur,” tuturnya.

Bagaimana ke depannya bisa terukur?

“Ya turun, dengarkan apa yang kami bicarakan dari daerah seluruh Nusantara yang ada di DPD ini. Karena kami lebih tahu dan tidak bawa politik. Tapi bawa soal masyarakat, soal keinginan masyarakat, dan bawa solusi. Jadi mindset ini yang harus diubah. Makanya saya bilang Presiden juga tidak kosentrasi. Jadi otonomi dibilang otonomi setengah hati, ya mungkin. Dibilang otonomi enggak terarah, ya iya juga. Karena apa? Domainnya nanti di undang-undang diubah-ubah oleh partai politik, pokoknya selera,” katanya.

Misalnya urusan sekolah, sambungnya, yang sudah bagus urus di daerah ditarik lagi ke provinsi.

“Ada lagi yang ke pusat, urusan kehutanan, urusan kelautan. Bagaimana kemandirian dengan otonomi yang dicanangkan? Gagal ini otonomi, kalau saya katakan gagal. Jadi Presiden juga buyarnya disitu. Dia domain mempercaya orang jadi menteri, tapi menteri dari partai politik, sehingga domainnya partai politik, kepentingan partai politik,” tutupnya.

Baca Juga

Presiden Joko Widodo Tinjau Vaksinasi Massal Vaksin AstraZeneca Di Jombang.

Presiden Serahkan 10.000 Sertifikat Tanah Warga Banten

Presiden Jokowi Ingatkan Bupati Hati-hati Kelola Ekonomi Daerah

Presiden Senang PDB Koperasi Capai 4,48 Persen

Ajak Cucu ke TMII, Presiden Kenalkan Berbagai Spesies Burung

Kontak Informasi indonesiareports.com
Redaksi: redaksiindonesiareports[at]yahoo.com
Iklan: iklanindonesiareports[at]yahoo.com