Bupati Rokan Hulu Nonaktif Divonis Bebas, Jubir KPK : Ada Kejanggalan Dalam Putusan
Jumat, 24 Februari 2017 | 13:59 WIB / Deny Permana
Kabiro Humas KPK, Febri Diansyah.
Jakarta - Pengadilan Tipikor Pekanbaru menjatuhkan vonis bebas kepada Bupati Rokan Hulu nonaktif, Suparman. Terkait itu, KPK pun berencana mengajukan kasasi. Menurut KPK, putusan tersebut mengecewakan.
"KPK tentu saja kecewa atas vonis bebas ini dan kami lakukan upaya hukum kasasi ke Mahkamah Agung. Segala argumentasi akan kami sampaikan dan kita perkuat karena perkara ini bukan perkara yang berdiri sendiri, namun sudah diproses sebelumnya sejak terdakwa pertama, Kirjauhari, diajukan," kata Kabiro Humas KPK, Febri Diansyah di gedung KPK, Jakarta.
Febri menyebut ada yang janggal dalam vonis hakim tersebut. "Kami menemukan kejanggalan dalam putusan tersebut yang akan kami argumentasikan lebih lanjut dalam kasasi di Mahkamah Agung," jelasnya.
Selain itu, Febri mengakui vonis bebas terhadap terdakwa kasus korupsi bukan yang pertama terjadi. Namun, dia menyebut, KPK berhasil menang di tingkat kasasi.
"Kita ingat, sekitar tahun 2011 di Pengadilan Tipikor Bandung, terdakwa Mochtar Muhammad (Wali Kota Bekasi saat itu) divonis bebas, dan kami ajukan kasasi. Satu tahun kemudian, yang bersangkutan divonis bersalah dan dijatuhi hukuman 6 tahun penjara," ungkap Febri.
Sebagai informasi, ada perbedaan nasib dalam kasus yang sama ini,terdakwa lain Johar Firdaus, dihukum 5,5 tahun penjara.
Vonis bebas Suparman ini dibacakan di PN Pekanbaru, Kamis (23/2). Jaksa KPK menuduh Suparman dan Johar telah menerima sejumlah janji dari Gubernur Riau kala itu, Annas Maamun, terkait pengesahan perda.
Dalam pertimbangan yang dibacakan Ketua Majelis Hakim Rinaldi Triandiko menyebutkan tuduhan jaksa terhadap terdakwa Suparman tidak bisa dibuktikan di pengadilan. Terdakwa Suparman dijerat Pasal 12 a dan 11 UU Tipikor.
"Terdakwa tidak terbukti secara sah meyakinkan bersalah melakukan tidak pidana sesuai dakwaan jaksa kesatu atau dakwaan kedua. Karenanya, terdakwa harus dibebaskan dari segala dakwaan," kata Rinaldi.
Menanggapi vonis bebas tersebut, JPU KPK Triangoro menyebut pihaknya masih mempertimbangkan atas putusan tersebut.
Suparman sujud syukur usai divonis bebas, Kamis (23/2)
Adapun terdakwa Johar Firdaus, yang juga eks Ketua DPRD Riau, majelis hakim menilai Johar terbukti menerima suap dari Annas Maamun dalam pengesahan APBD 2015.
Dakwaan jaksa dinilai hakim dapat dibuktikan di persidangan. Karena itu, majelis hakim menjatuhkan vonis 5 tahun 6 bulan kepada Johar Firdaus. Putusan hakim lebih ringan 6 bulan dari tuntutan JPU.
"Terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan telah menerima suap," kata mejelis hakim.
Dalam pertimbangan hakim, Johar Firdaus terbukti menerima uang Rp 155 juta dari Annas Maamun. Ini berdasarkan keterangan saksi Kirjauhari dan Riky Hariansyah, eks anggota DPRD Riau.
Johar Firdaus juga dikenai denda Rp 200 juta subsider 3 bulan kurungan. Namun dakwaan jaksa mencabut hak politiknya tidak dikabulkan hakim.
Kuasa hukum Johar Firdaus, Suhendro, mengatakan dalam pleidoinya disebutkan kasus tindak pidana korupsi hakikatnya ada yang memberi dan menerima.
"Dalam kasus ini, si pemberi (eks Gubernur Riau Annas Maamun) belum disidangkan. Seharusnya si pemberi terlebih dahulu dihukum atau setidaknya penerima dan pemberi sama-sama disidangkan," kata Suhendro.
Terkait atas vonis tersebut, Suhendro juga menyatakan masih pikir-pikir untuk melakukan banding atau tidak. "Dalam 7 hari ini kami masih pikir-pikir dulu," kata Suhendro.
Kasus korupsi ini terjadi tahun 2015 menjelang pengesahan APBD. Untuk mempercepat proses tersebut, Annas Maamun, yang saat itu menjabat Gubernur Riau, menggelontorkan dana sekitar Rp 1,1 miliar untuk DPRD Riau. Uang tersebut dititipkan kepada Kirjauhari untuk dibagikan kepada sejumlah anggota Dewan. Kirjauhari dalam kasus ini lebih awal divonis 4 tahun.