BGN Tegaskan Pengelolaan SPPG Harus Solid, Konflik Internal Ancam Layanan Gizi untuk Warga
Dok: Istimewa.
Jakarta - Badan Gizi Nasional (BGN) kembali menegaskan pentingnya kekompakan seluruh unsur pengelola dapur Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) di berbagai daerah. Pesan tersebut disampaikan Wakil Kepala BGN, Nanik Sudaryati Deyang, saat menghadiri Rapat Sosialisasi dan Evaluasi Pelaksanaan Program Makan Bergizi Gratis (MBG) di Kabupaten Mojokerto, Selasa (25/11).
Nanik menyoroti langsung sejumlah kasus berhentinya operasional SPPG akibat konflik internal antara pengelola, mitra yayasan, dan tenaga pendukung. Kondisi ini dinilai mengancam keberlanjutan layanan pangan bergizi untuk masyarakat, terutama siswa dan kelompok rentan.
“Ada program besar yang sedang diupayakan negara, tapi justru ada SPPG yang berhenti hanya karena pengelolanya ribut. Ini tidak boleh terulang,” tegas Nanik.
Salah satu laporan yang masuk adalah SPPG Japan Sooko, Mojokerto, yang berhenti beroperasi hanya lima hari setelah berjalan. Perselisihan antarpihak membuat sejumlah tenaga mundur sehingga distribusi makanan terhenti.
Ia menegaskan bahwa pengelolaan SPPG tidak sebatas memasak, tetapi mencakup pengajuan proposal, pencairan anggaran, sertifikasi halal, Sertifikat Laik Higiene Sanitasi (SLHS), instalasi IPAL, serta kompetensi penjamah makanan. Meski Dinas Kesehatan kabupaten dan kota telah memberikan pendampingan, cakupan SPPG bersertifikat masih rendah.
BGN memberikan tenggat waktu 30 hari bagi seluruh SPPG yang belum mengajukan SLHS. Bila tidak ada progres, operasional dapat dihentikan demi menjaga standar mutu layanan.
“Kita ini diajarkan untuk merangkul, bekerja sama, dan menjaga kepercayaan. Tidak boleh ada yang merasa paling benar,” tegas Nanik.
BGN berharap seluruh pihak dapat bersatu menjaga keberlanjutan program MBG, yang menjadi salah satu fondasi peningkatan kualitas sumber daya manusia menuju Indonesia Emas 2045.


