Menguatkan Ketangguhan Lebak: Mitigasi Bencana Melalui Program Pooling Fund Bencana
Deputi Bidang Logistik dan Peralatan BNPB, Andi Eviana. Dok: Istimewa.
Jakarta - Dalam satu dekade terakhir, Kabupaten Lebak, Banten, tercatat sebagai salah satu wilayah dengan tingkat kerentanan tinggi terhadap bencana hidrometeorologi, seperti banjir, banjir bandang, tanah longsor, dan cuaca ekstrem.
Tingginya frekuensi kejadian tersebut mencerminkan kerentanan ekologis dan struktural yang dipengaruhi oleh topografi pegunungan, intensitas curah hujan yang tinggi, serta aktivitas manusia yang menyebabkan degradasi lingkungan.
Puncak bencana terjadi pada awal 2020 saat banjir bandang dan longsor melanda sejumlah kecamatan. Peristiwa itu merusak ratusan rumah, memutus akses infrastruktur, mengubah alur sungai, serta menelan sembilan korban jiwa.
Selain kejadian besar tersebut, Lebak hampir setiap tahun menghadapi banjir dan longsor berulang yang menimbulkan kerugian material serta memaksa warga mengungsi. Kondisi ini menunjukkan bahwa kerentanan lingkungan dan keterbatasan infrastruktur drainase masih sangat besar, sehingga memerlukan penanganan yang lebih komprehensif dan berkelanjutan.
Dukungan Dana Bersama Pooling Fund Bencana
Apa yang terjadi di Lebak hanyalah satu dari ribuan bencana yang terjadi di Indonesia. Sejak awal tahun hingga 18 November 2025, BNPB mencatat 2.873 kejadian bencana, sebagian besar merupakan bencana hidrometeorologi. Total kerugian ditaksir mencapai Rp22,8 triliun, jauh melampaui kapasitas anggaran pemerintah yang hanya berkisar Rp3–10 triliun per tahun.
Untuk menutup kesenjangan pendanaan tersebut, pemerintah membentuk Pooling Fund Bencana sebagai instrumen pembiayaan yang terencana dan berkelanjutan bagi penanggulangan bencana.
Instrumen ini dijalankan melalui enam pilar strategis, mulai dari pengumpulan dan pengembangan dana, penyaluran pendanaan di seluruh fase bencana, transfer risiko melalui skema asuransi, hingga peningkatan koordinasi, kemitraan, dan tata kelola.
Pada 2025, pemerintah telah menghimpun Rp7,3 triliun dari APBN dan menghasilkan imbal hasil investasi sebesar Rp1,2 triliun. Sebesar Rp18,86 miliar dari imbal hasil itu dialokasikan untuk kegiatan prabencana dan transfer risiko melalui Asuransi Barang Milik Negara bagi objek prioritas seperti Istana Negara, sekolah, dan rumah sakit.
Menjaga Lebak dari Kerentanan Melalui Pooling Fund Bencana
Kabupaten Lebak menjadi salah satu penerima dukungan Pooling Fund Bencana melalui program penanaman vegetasi di lahan kritis sebagai bentuk mitigasi jangka panjang. Lokasi penanaman berada di Kecamatan Leuwidamar, pada Daerah Aliran Sungai (DAS) Cisimeut sebagai sub-sungai DAS Ciujung, yang memiliki tingkat kerawanan tinggi.
Sebanyak 14.500 bibit pohon peneduh, berakar kuat, dan produktif seperti sukun, mahoni, mangga, alpukat, sengon, trembesi, nangka, jambu, jabon, dan durian akan ditanam pada Jumat (21/11). Kegiatan ini melibatkan kementerian/lembaga, pemerintah daerah, relawan, dan berbagai komponen masyarakat.
Dalam Sosialisasi Dana Bersama Bencana dan Penanaman Vegetasi di Kantor Bupati Lebak, Rangkasbitung, Deputi Bidang Logistik dan Peralatan BNPB, Andi Eviana, menegaskan bahwa program ini bertujuan meningkatkan ketangguhan masyarakat sekaligus membantu pemerintah daerah yang memiliki keterbatasan anggaran.
“Tujuannya adalah membantu masyarakat dan pemerintah daerah dalam penganggaran, karena anggaran penanggulangan bencana tidak pernah cukup,” jelas Evi, Rabu (19/11).
Program Dana Bersama tidak hanya berfokus pada fase prabencana, tetapi juga dapat digunakan untuk mendukung kebutuhan tanggap darurat hingga pascabencana. Pemerintah daerah maupun masyarakat dapat mengajukan dukungan sesuai kebutuhan.
“Melalui Dana Bersama Pooling Fund Bencana, kita berharap kegiatan penanggulangan bencana mulai dari pra, tanggap darurat, hingga pascabencana dapat segera ditangani,” ujarnya.
Apresiasi Pemerintah Daerah
Pada forum yang sama, Wakil Bupati Lebak, Amir Hamzah, menyampaikan bahwa upaya yang diinisiasi BNPB bersama kementerian/lembaga ini merupakan berkah bagi masyarakat Lebak, terlebih setelah banyak rencana mitigasi yang tertunda sejak bencana besar tahun 2020.
“Kedatangan BNPB bagi kami adalah sebuah berkah,” ungkap Amir.
“Setelah bencana 2020, banyak program direncanakan, tapi terus tertunda. Selama lima tahun kita tidak bergerak. Hari ini, melalui BNPB, harapan itu mulai terwujud,” lanjutnya.
Amir juga menegaskan bahwa penanaman vegetasi melalui Dana Bersama sangat dinantikan, bukan hanya untuk mengurangi risiko bencana, tetapi juga untuk memperkuat peran Lebak sebagai penyumbang oksigen bagi wilayah barat Pulau Jawa.
“Kami sangat mengapresiasi dukungan ini. Selain mencegah bencana, Lebak juga menjadi penyumbang oksigen untuk Banten, Jakarta, dan sekitarnya,” pungkasnya.
Selain Lebak, program ini juga diterapkan di beberapa daerah lain seperti Kabupaten dan Kota Bogor (Jawa Barat), Banjarnegara dan Wonosobo (Jawa Tengah), serta Kota Batu dan Malang (Jawa Timur). Seluruh wilayah tersebut akan melaksanakan penanaman serentak pada waktu yang sama.


