Ongkos Politik Pilkada Biang Keladi Korupsi
Jakarta-Kontestasi Politik Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) merupakan salah satu faktor penyebab maraknya praktik korupsi. Bagaimana tidak, seorang calon kepala daerah minimal harus menyiapkan dana Rp 30-50 milyar, agar bisa mengikuti dan memenangkan Pilkada.
Mahalnya ongkos politik seorang calon kepala daerah ditengarai menjadi penyebab utama seorang kepala daerah melakukan praktek korupsi. “Kalau tak korupsi dari mana dia bisa mengembalikan dana Pilkada yang besar tadi,”kata Dr. M.Samuel Widono, Wakil Ketua Umum Corruption Investigation Commitee (CIC).
Dia jelaskan, mahalnya ongkos politik yang memerlukan dana milyaran rupiah sebagai mahar ke Partai Politik, Pilkada juga rentan digerogoti oleh pihak sponsor dari pihak pengusaha, mulai dari pengusaha kontraktor sampai kepada pengusaha pertambangan.
Samuel Widono mencontohkan, di sektor sumber daya alam ( SDA), salah satu modusnya adalah donatur yang mendukung calon kepala daerah akan meminta timbal balik saat calon kepala daerah itu sudah menjabat.
"Semakin besar biaya politik yang disodorkan, semakin besar peranan pengusaha dalam memperoleh izin pertambangan," katanya.
Samuel Widono mengatakan, sangat besar kepentingan pihak swasta ketika mengucurkan donasi kepada calon kepala daerah yang bertarung di Pilkada. Kepentingan atau timbal balik yang diharapkan pihak swasta itu dapat berupa kemudahan mengikuti tender, keamanan dalam menjalankan bisnis, hingga akses ke pejabat di daerah untuk memperoleh izin pertambangan.
Samuel Widono kemudian menjelaskan hal ini menunjukkan bagaimana pengusaha dapat mempengaruhi elemen dan fasilitas negara, telah dipergunakan untuk kepentingan segelintir personal atau kelompok, ketika kepala daerah yang dia dukung menduduki jabatan kepala daerah.
Dia katakan, 'transaksi' antara pejabat dengan pihak pengusaha pun terkesan alamiah dan seolah-olah tanpa paksaan. Bukan rahasia umum lagi donatur yang memberikan bantuan kepada calon kepala daerah saat pilkada.
“Nah kita semua tahu secara agregat, penyebab korupsi yang diimplementasikan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) 80 persen oleh pengaruh swasta pada saat pilkada berlangsung," ujar Samuel Widono merujuk pada survei KPK pada 2016-2017.
Karena itulah Samuel Widono berharap agar DPP CIC dapat mengawasi, menginvestigasi, serta mempelopori, minimal melaporkan pejabat manapun yang melakukan praktik korupsi di pusat dan di daerah.
“Saya berharap agar DPP CIC dapat mempelopori pencegahan praktik korupsi ini kepada para generasi muda,”tandasnya. (*)