Kain Pantai yang Mendunia dari Krajan
Banyak pelaku UMKM yang telah sukses membangun usahanya. Salah satunya adalah, Sriyono, yang mengasah bakatnya sejak kecil dalam dunia seni batik. Pria paruh baya asal Sukoharjo ini, kini bergelut mengembangkan bisnis kain pantai setelah mendapat pinjaman bunga lunak dari LPDB melalui BPR Kartarsura Makmur. Bahkan pasarnya sudah menembus pasar Asia dan Eropa.
Sriyono dulunya adalah seorang buruh pembuat batik tulis di Solo pada 1975. Pengalamannya dalam membuat batik membuat ia piawai dalam hal teknik pewarnaan dan ornamen lukisan. Hingga akhirnya, Sriyono memutuskan berhenti bekerja sebagai pengrajin batik, dan mulai mencoba membangun usaha sendiri embuat kain pantai pada 1995.
Suka duka sebagai buruh batik tulis telah mewarnai perjalanan hidupnya. Bahkan dulunya, ia dengan sang istri menyewa kontrakan sekaligus tempat produksi. Namun berbekal pengalaman dan rasa percaya diri, ia mulai berani menerima pesanan dari orang lain dengan sistem down payment (DP). Baru dua tahun merintis usahanya, ia sempat merasakan jatuh karena terkena dampak krisis moneter, dimana bahan baku kain putih sangat mengandalkan dari impor dan tergantung pada mata uang dolar Amerika Serikat.
Namun Sriyono tak pernah mengenal kata menyerah. Tahun 2000 ia mencoba memulai lagi membangun usahanya dengan mengajukan pinjaman dari BPR Kartasura Makmur. Uang pinjaman itu ia gunakan untuk membeli sebidang tanah dan bahan baku. Pelan-pelan bisnisnya terlihat semakin maju. Banjir pesanan pun tak terbendung lagi. Ia mulai merekrut karyawan dari lima orang, dan kini terus bertambah menjadi 30 orang. Rupanya keberadaan Sriyono telah membawa keberkahan tersendiri bagi warga di Desa Krajan, Kelurahan Laban, Kecamatan Mojolaban, Sukoharjo.
Betapa tidak, Sriyono adalah satu-satunya orang yang pertama kali membawa bisnis kain pantai ke Desa Krajan. Ia bahkan sudah banyak menularkan ilmu kepada warga sekitar untuk menekuni bisnis kain pantai. Sehingga Desa Krajan kini dikenal sebagai tempatnya para pengrajin kain pantai.
"Dulu waktu saya ke sini Desa Krajan masih sepi, saya bawa kain pantai ke sini, banyak orang tertarik dan ingin belajar. Jadi mereka yang sudah membangun usaha sendiri dulunya itu karyawan saya. Alhamdulillah kini Desa Krajan dikenal sebagai pusatnya kain pantai di Indonesia bahkan dunia," ujar Sriyono.
Sriyono juga menyadari dengan kemampuan yang terbatas, ia tidak mampu untuk memenuhi seluruh permintaan pasar yang begitu tinggi. Sehingga ia mengajak masyarakat setempat untuk belajar dan mencoba menekuni bisnis itu.
Soal ilmu, Sriyono dikenal tidak pelit untuk berbagi terhadap tetangga dan masyarakat. Ia bahkan dikenal sebagai seorang yang jenius meski hanya lulusan sekolah dasar.
Melalui tangan dinginnya, Sriyono mampu menciptakan bahan atau obat mematikan warna sehingga warna kain yang dihasilkan tidak luntur. Dan kain pantai miliknya sangat berkualitas.
"Saya buat bahan mematikan warna ini karena kalau saya beli di toko itu mahal, dan kualitasnya juga tak begitu bagus. Lalu saya coba eksperimen, satu kali dua kali gagal, ketiganya berhasil. Bahannya ternyata sangat sederhana hanya dengan garam dan soda. Bahan yang saya buat bukan hanya sekedar murah, tapi menurut saya jauh berkualitas. Kalau dulu beli di toko, sekarang saya bisa lebih hemat Rp800 ribu untuk per kilogramnya," jelasnya.
Untuk memperkuat bisnisnya, Sriyono kembali mengajukan pinjaman ke BPR Kartasura Makmur dengan jumlah Rp500 juta. Rp300 juta untuk beli lahan, dan Rp200 juta untuk beli bahan baku.
Diakui untuk mengelola bisnis kain pantai diperlukan lahan yang luas di area persawahan untuk menjemur kain yang sudah diberikan pewarna serta cuaca yang panas. Kini seiring berjalannya waktu, usaha Sriyono jauh lebih meningkat. Pria berusia 60 tahun ini sudah memiliki tanah 5.000 meter untuk dijadikan tempat usaha.
"Dalam sehari kita bisa menghasilkan 4.000 potong kain, itu pun kita belum bisa memenuhi semua permintaan pasar. Karena produksi kain pantai ini juga dikirim ke Brazil, Argentina, Malaysia, Filipina, dan Cina.
Untuk nasional kita juga kirim ke pasar Tanah Abang Jakarta dan Bali. Yang pasti produksi kain pantai Krajan paling banyak di dunia. Pekalongan, Jojga sekarang sudah kalah, larinya pada ke sini," tutupnya.