Lawrence TP. Siburian : Saya Sudah 40 Tahun di SOKSI, Saya Tidak Ingin SOKSI Pecah Secara Permanen
Jakarta - Sebagai orang lama yang sudah bergabung di Sentra Organisasi Karyawan Swadiri Indonesia (SOKSI), Lawrence TP. Siburian cukup paham akan seluk beluk SOKSI. Kini, Salah satu tokoh senior di SOKSI ini mengaku prihatin akan kondisi SOKSI saat ini, terbengkalai dan tidak diurus.
SOKSI pun terpecah menjadi tiga kubu yaitu SOKSI pimpinan Ade Komarudin, SOKSI pimpinan Rusli Zainal dan SOKSI pimpinan dia sendiri.
Tidak ingin berlarut-larut dalam ketidakpastian, para kader senior SOKSI pun bergerak untuk kembali mempersatukan SOKSI. Penyelenggaraan Munas SOKSI Bersama untuk Bersatu juga disuarakan untuk mengakomodir amanah dari pendiri SOKSI yang menginginkan SOKSI tidak terkotak-kotak dan terpecah-pecah dalam kelompok tertentu.
Lawrence menilai, jalan keluar dari kemelut yang dihadapi SOKSI saat ini adalah melalui musyawarah nasional yang direncanakan berlangsung pada 31 Maret 2017. Berbagai pengurus dari tiga kubu yang terpecah juga telah dia datangi dengan tujuan agar organisasi pendiri Partai Golkar ini kembali kompak, kuat sehingga peran dan karya-karyanya bisa maksimal, untuk Partai Golkar, masyarakat, bangsa dan negara. Berikut petikan wawancaranya dengan Yapto Prahasta.
Sebagai orang lama, yang sangat paham SOKSI, upaya apa yang telah Anda lakukan agar SOKSI kembali menjadi satu?
Saya sudah sejak satu tahun yang lalu membicarakan kepada semua tokoh senior untuk mempersatukan SOKSI dari tiga kubu yang ada, baik di pusat maupun di daerah. Tiga kubu itu yaitu kubu Ade Komarudin, saya sudah bicara dengan orang-orang di sekitarnya seperti Bobby Suhardiman, Thomas Suyatno, Suharsoyo termasuk dengan ketua-ketua pimpinan daerah. Seperti dari Jawa Barat Ali Hassan, Jawa Tengah Pak Pedro dan juga Jawa Timur Pak Rendra. Tapi karena Pak Rendra diangkat menjadi ketua partai lain maka dia menunjuk Plt Pak Ocerau. Dan juga dengan ketua-ketua daerah. Karena apa? Saya itu sekjennya Ade Komarudin lima tahun. Tahun 2010 Ketua Umum Ade Komarudin saya sekjen sampai 2015. Jadi saya mengenal semua pengurus SOKSI yang di daerah karena saya sudah 40 tahun berada di SOKSI.
Anda mulai bergabung di SOKSI dari mahasiswa?
Dari mulai aktivis mahasiswa di UI saya sudah masuk SOKSI, tahun 76-77. Tidak terputus sampai sekarang hingga saya diangkat oleh Pendiri SOKSI Pak Prof. Suhardiman menjadi Ketua Presidium Dewan Pimpinan Nasional SOKSI dengan perintah saya membawa SOKSI mendukung Jokowi-JK yang semula dibawah Ade Komarudin, mendukung Prabowo-Hatta. Jadi sudah satu tahun lalu saya membicarakan hal ini bagaimana SOKSI kita satukan. Karena apa? Rasa prihatin saya dan rasa keinginan saya agar SOKSI utuh, kompak dan kuat. Sehingga peran dan karya-karyanya bisa maksimal, untuk Partai Golkar, masyarakat, bangsa dan negara.
Apakah Anda sudah memprediksi bahwa SOKSI akan pecah?
Saya enggak heran kalau SOSKI ini pecah.
Lalu jalan keluarnya bagaimana?
Melalui musyawarah nasional. Itu juga menurut kami berdasarkan amanah dari Pendiri SOKSI yang disampaikan pada 12 Mei 2015 di Charter Box Plaza Senayan. Ketika itu Pak Suhardiman mengundang semua tokoh senior SOKSI dan mengundang tiga kubu yang berbeda yaitu Ade Komarudin, saya sendiri dan Ali Wongso Halomoan mewakili Rusli Zaenal yang ada di Pekanbaru. Pak Ali Wongso tidak datang, saya datang dan Ade Komarudin juga datang. Sehingga apa yang dibicarakan dan apa keputusan yang diambil Pak Ali Wongso tidak tahu sampai saat ini.
Kader senior SOKSI.
Apa keputusannya?
Keputusannya Pak Suhardiman meminta supaya SOKSI bersatu dari tiga kubu yang ada. Lalu meminta membuat Munas Bersama, panitianya bersama. Silahkan siapa yang mau menjadi ketua umum mencalonkan diri, sepanjang memenuhi persyaratan.
Semuanya setuju?
Kita semua setuju dan bersalaman untuk bersatu pada tanggal 12 Mei 2015 itu. Tapi sembilan hari kemudian tanggal 21-23 Mei 2015 Ade Komarudin membuat Munas sendiri, bukan Munas Bersama. Kami tidak ikut dan Rusli Zaenal tidak ikut. Karena itu kami tidak menganggap Munas itu. Karena kami menganggap tidak mengimplementasikan kesepakatan yang telah diambil bersama Pendiri SOKSI dan semua senior SOKSI. Semua sudah salaman, semua sudah sepakat tapi dia tidak mengimplementasikannya.
Apakah ada pembicaraan lagi dengan pimpinan pusat dan pimpinan daerah setelah terpilihnya Ade Komarudin jadi Ketua Umum SOKSI pada 23 Mei 2015 itu?
Kami tetap berbicara dengan pimpinan pusat dan daerah bagaimana kita mempersatukan SOKSI ini. Akhirnya kesepakatan kami kita membicarakannya setelah Munas Partai Golkar di Bali dimana Pak Setya Novanto terpilih sebagai Ketua Umum Partai Golkar. Setelah Munas Golkar di Bali kami kembali bicara, saya sudah puluhan kali bertemu Rusli Zaenal di Pekanbaru, saya terbang kesana. Saya sudah bertemu dengan orang-orang yang mewakili Ade Komarudin. Dan bukan sekali dua kali, berulang kali mendiskusikan bagaimana menyantukan kembali SOKSI ini.
Apakah ada rapat-rapat SOKSI setelah Ade Komarudin terpilih jadi ketua umum?
Sejak 23 Mei 2015 hingga hari ini tidak pernah ada rapat. Rapat harian enggak pernah, rapat pleno juga enggak, saya kira Pak Ade Komarudin itu kan aktivis, dia tahu organisasi itu harus ada rapat. Yang namanya organisasi arisan saja sebulan sekali ada rapat, apalagi organisasi selevel SOKSI, yang adalah pendiri Partai Golkar, partai kedua terbesar di Republik ini, waduh udah enggak bener dong. Saya ini kan lebih senior lah kalau soal usia dari kawan-kawan itu, dan dari pengabdian di SOKSI-nya.
Hanya Anda saja yang melihat permasalahan ini?
Bukan hanya saya yang melihat, tapi semua juga melihat itu satu masalah. Sehingga Ade Komarudin itu sekarang sudah kehilangan kharisma kepemimpinan. Karena tidak pernah rapat sehingga seluruh pengurus tidak merasa dia menjadi pemimpinnya, tidak merasa dekat dan tidak merasa harus mendengar apa kata ketua umum.
Jalan tengahnya bagaimana agar semua kubu terakomodir?
Karena itulah kita mencari jalan keluar yang paling enak untuk semua, yang memungkinkan kita bersatu secara persaudaraan. Yaitu marilah kita bikin Munas Bersama. Kelompok Ade Komarudin, kelompok saya dan kelompok Rusli Zaenal, sama-sama kita selenggarakan Munas ini, sama-sama kita menjadi panitianya dan siapa saja boleh mencalonkan diri sebagai ketua umum sepanjang memenuhi syarat yang ditetapkan oleh panitia pengarah Munas ini. Saya kira itulah yang menjadi target kita bersama bagaimana SOKSI ini kita satukan.
Apakah Partai Golkar prihatin dengan kemelut yang dihadapi SOKSI saat ini?
Golkar sangat prihatin melihat organisasi SOKSI yang seperti ini. Karena apa? Tidak maksimal. Golkar itu nanti berkaryanya, berbuatnya, karena apa? Partai Golkar itu didirikan oleh ormas yang namanya SOKSI, Kosgoro dan MKGR. Karena itu kami selalu berkonsultasi dengan Ketua Umum Partai Golkar Pak Setya Novanto, bagaimana caranya mempersatukan kelompok-kelompok yang ada sehingga SOKSI betul-betul menjadi satu dan di dalam acara-acara Golkar mempunyai tempat.
Bagaimana komunikasi Anda dengan kubu lain?
Begini, saya berbicara dengan Pak Rusli Zaenal sebagai pimpinan salah satu kelompok itu dari bulan Juni 2016 sampai sekarang, itu intens dan saya terbang ke Pekanbaru ketemu beliau. Dengan Ade Komarudin saya minta waktu tidak pernah diberi waktu. Saya minta kepada Fatah Ramli saja, kepada Bobby Suhardiman, lewat Suharsoyo, Iris Indira Mukti tidak pernah diberi waktu. Tapi saya ketemu dengan mereka semua yang mewakili Ade Komarudin.
Ada yang dikemukakan dari pertemuan itu?
Saya minta supaya kita bersatu kalau enggak ini SOKSI pecah secara permanen. Itu yang saya enggak mau. Saya ingin SOKSI ini bersatu. Makanya saya bicara dengan kelompok lain dan kelompok Ade Komarudin minus Ade Komarudin.
Kenapa Ade Komarudin tidak ingin bertemu dengan Anda, apakah dia tidak ingin adanya Munas SOKSI?
Pada waktu Ade Komarudin masih menjabat sebagai ketua DPR, kami dari tiga kelompok bertemu dengan Bobby Suhardiman mewakili Ade Komarudin. Pada waktu itu Bobby Suhardiman mengesankan ya kalau mau dibuat Munas, itu jalan terbaik ya silakan saja. Karena itu kami bergerak maju lagi. Kenapa Bobby Suhardiman seperti itu, karena dia prihatin melihat SOKSI enggak pernah rapat. Bobby datang ke Ade Komarudin, dia bilang ‘De kau bikin lah rapat’. Jawaban yang saya dengar katanya ‘Mas saya mau benahi Golkar, saya mau ngurusin Golkar,’ kecewa dong Bobby dijawab seperti itu. Karena itu keinginan kami untuk melaksanakan Munas Bersama akhirnya disambut oleh Bobby. Tapi setelah Ade Komarudin dicopot dari ketua DPR, dia enggak mau Munas, dia mau pimpin SOKSI.
Setelah Ade Komarudin tidak menjadi ketua DPR pernah bertemu Ketua Umum Golkar, Setya Novanto membicarakan SOKSI?
Sesudah dia tidak menjadi ketua DPR, dia datang ke Pak Setya Novanto, dia bilang (ini Setya Novanto yang cerita ke saya). ‘Beh, saya udah engggak punya jabatan apa-apa lagi, saya mau pimpin SOKSI ya.’ Setya Novanto diam saja, ya dia kan enggak ada urusan mau pimpin apa enggak. Disitu kita tahu dia tidak mau Munas. Tapi kami kan sudah jauh jalannya, maaf saja. Kan saya bilang sudah satu tahun lebih saya bergerak untuk menyatukan SOKSI ini.
Apakah ada gerakan lagi untuk menyatukan kader-kader senior SOKSI?
Saya dengan Pak Thomas Suyatno dan Suharsoyo ke Pekanbaru untuk bertemu Rusli Zaenal. Sebelum saya, semua senior ini kesana hanya Pak Oetojo Oesman yang tidak. Jadi semua sering kesana, bolak-balik, kelompok dari Ade Komarudin juga ikut ke Pekanbaru.
Jadi sebenarnya sudah bulat untuk melaksanakan Munas?
Iya, sebenarnya kami sudah bulat mau melaksanakan Munas. Terakhir kami bertemu bertiga, saya, Thomas Suyatno dan Bobby Suhardiman. Kesimpulannya Ade Komarudin enggak mau Munas. Saya bilang ya enggak apa-apalah, tapi kami mau Munas dengan Pak Rusli Zaenal. Tapi kami tetap terbuka untuk kita Munas Bersama. Kita tidak mau meninggalkan siapapun, kita tidak mau SOKSI ini terpecah, kita tidak mau ada kubu-kubuan, kita mau satu, siapapun ketua umum yang terpilih di Munas, itulah ketua umum kita, harus kita hormati.
Kalau Ade Komarudin mau mencalonkan lagi bagaimana?
Monggo, silahkan, kalau dia terpilih lagi, dialah ketua umum kita. Tapi ada legalitas yang diambil melalui Munas yang didukung oleh semua kelompok sesuai dengan Pitutur atau amanat pesan dari Pendiri SOKSI yang disampaikan di Charter Box itu. Mudah-mudahan dengan kami kemarin bertemu dengan Pak Setya Novanto, melaporkan apa yang telah kami lakukan untuk mempersatukan SOKSI, dimana Pak Setya Novanto sangat mendukung SOKSI ini bersatu, sangat mendukung jalan keluar penyatuannya melalui Munas. Karena apa? Menurut Pak Setya Novanto cuma itulah satu-satunya jalan yang paling elegant untuk mempersatukan kelompok yang sudah berbeda-beda ini.
Anda akan maju juga dalam Munas SOKSI?
Salah satu yang akan mencalonkan diri itu saya, dan saya sudah kemukakan itu kepada Bobby Suhardiman. Setelah pertemuan kami di Teluk Betung, ketika itu Ade Komarudin masih ketua DPR, saya bilang mas saya mau maju jadi calon ketua umum. Dan dia sudah tahu dan sudah disampaikan ke kelompok Ade Komarudin. Pak Thomas Suyatno juga sudah tahu, silahkan saja katanya.
Apa yang Anda tawarkan maju sebagai calon ketua umum SOKSI?
Saya menawarkan SOKSI ini harus kita satukan, hanya ada satu SOKSI. Itu yang pertama, di tingkat pusat dan di seluruh Lembaga dan Konsentrasi dan di seluruh dewan pimpinan daerah. SOKSI ini punya Lembaga dan Konsentrasi. Lembaga itu jumlahnya enam yaitu LBH TRISULA, GECSI, LEPSSWARI, LAKSWI, FK2B, LP2ER dan sembilan Konsentrasi yaitu WIRA KARYA INDONESIA, FOKUSMAKER, KRIDA WANITA SWADIRI, BALADHIKA KARYA, KONGKARBU, GKJI, HIPENSI, GENSI dan ASOKADIKTA. Lembaga dan Konsentrasi ini harus dikonsolidasikan lagi semuanya.
Artinya harus diperbaruhi pengurusnya?
Semua harus mengikuti AD/ART-nya masing-masing. Kalau lima tahun kepengurusan habis itu harus Munas atau kongres, harus dilakukan, enggak boleh enggak. Daerah-daerah, saya kan yang menandatangani SK-nya daerah Ade Komarudin seluruh Indonesia. Cuma tiga yang baru berubah, Sumatera Utara, Jawa Barat, dan Jawa Timur. Dari 34 provinsi baru tiga daerah yang melaksanakan Musda Ade Komarudin. Selebihnya sudah kadaluwarsa kepengurusannya, dari 2010 sampai sekarang 2017. Kepengurusan itu lima tahun menurut AD/ART. Jadi ada 31 provinsi yang tidak pernah Musda selama tujuh tahun. Saya sekjennya, saya yang tanda tangan, saya tahu. Jadi kita harus konsolidasikan itu.
Apalagi?
Kedua kita kembali ke khitoh sebagai organsiasi buruh. Kita harus memperkuat peran kita di buruh dan tani. Ketiga kaderisasi. Soal kaderisasi ini kita sudah melaksanakan 48 angkatan pendidikan politik kader bangsa. Untuk beberapa angkatan saya ketuanya. Jadi, kita akan melaksanakan pendidikan politik kader bangsa sehingga kader-kader yang terbaik bisa kita dapatkan.
Kaderisasi selama ini bagaimana?
Selama ini kita membuat kaderisasi tidak peduli dari partai mana. Siapapun boleh ikut jadi peserta. Mau waktu itu dari PPP, PDI, Golkar silahkan. Karena apa? Karena kader yang kita bentuk adalah kader bangsa bukan kader Partai Golkar. Kalau kader Partai Golkar, Golkar bikin kaderisasi sendiri, udah ada kader partainya. Tentu banyak juga orang SOKSI yang ikut disitu.
Selain itu?
Berikutnya tentu target kita bagaimana supaya program peningkatan kesejahteraan setiap anggota masyarakat dapat hidup. Jadi kita harus membuat kegiatan-kegiatan di bidang perekonomian, mendorong supaya masyarakat bisa mandiri, bisa menjadi prilaku-prilaku bisnis di levelnya masing-masing, semua akses yang ada kita buka, semua kemampuan yang ada kita tingkatkan dan semua kesempatan yang ada kita berikan. Sehingga mereka menjadi kuat dan mandiri di tingkatnya masing-masing. Dengan itu kita harapkan kesejahteraan itu betul-betul bisa merata pembangunannya, di semua lapisan dan di semua daerah.
Bidang politik?
Di bidang politik kita betul-betul ini mewujudkan yang namanya NKRI yang berlandaskan Pancasila dan masyarakatnya yang plural. Jadi negara ini kesatuan, landasannya Pancasila, kebhinekaan adalah menjadi kekayaan kita, bukan menjadi persoalan diantara kita. Justru kebhinekaan menjadi kekuatan yang luar biasa dari bangsa ini untuk maju bersama seluruh kebhinekaan yang dimiliki oleh setiap suku bangsa yang jumlahnya 1.200-an. Itu kekayaan kita, itu harus kita pelihara, kita kembangkan, budaya dan produk-produk dari suku bangsa yang ada di Indonesia ini.
Bagaimana dengan demokrasi?
Demokrasi kita harus sehat. Bagaimana demokrasi harus sehat? parpol-parpolnya harus sehat. Bagaimana parpol ini harus sehat? Tentu semua parpol harus dibina secara benar dan disiapkan anggaran yang pas. Jangan seperti sekarang dimana satu suara negara memberi Rp 1500 kalau enggak salah lalu dikalikan dengan suara yang dia dapat. Mana cukup? Begini ya, partai itu kan ada di 34 provinsi tambah satu di pusat jadi 35, kabupaten 514, dibawah kabupaten ada kecamatanan desa/kelurahan. Disitu ada kepengurusan semua partai, di pengurusan ini ada karyawan yang digaji yang sama seperti kita. Dia harus makan, anaknya harus sekolah harus berobat kalau sakit. Jangan hanya dikasih Rp 500 ribu atau Rp 1 juta. Minimal sama dengan UMR.
Jadi harus ada evaluasi ulang?
Iya, dihitung lagi secara benar. Sebenarnya supaya partai ini sehat berapa anggaran yang diperlukan oleh sebuah partai dari pusat sampai daerah. Supaya apa? Dengan pembenahan partai maka kita bisa menekan korupsi di partai, korupsi di parlemen. Karena apa? Selain tadi semua karyawannya bisa digaji, organisasinya bisa berjalan, anggota-anggota dewannya juga bisa mandiri tidak perlu mencari kiri-kanan lagi, dan juga yang di eksekutif digaji dengan baik.
Kuncinya partai harus disehatkan?
Kalau partainya itu disehatkan maka demokrasinya akan sehat. Kalau demokrasinya sehat maka pembangunan ekonomi sehat juga. Tapi kalau disini korupsi, rusak semua. Jadi saya kira pembangunan kita, demokrasi kita ke depan harus dimulai dari pembenahan parpol, supaya parpol ini menjadi partai yang professional. Partai kader yang menciptakan kader yang unggul, yang bisa diandalkan serta betul-betul berbuat untuk masyarakat bangsa dan negara sesuai dengan visi program dan paradigma masing-masing. Kalau dia partai Islam bagaimana dia membangun konstituennya, yang nasionalis dia bangun masyarakatnya secara maksimal. Dengan demikian semua akan terbangun. Ini yang harus menjadi perhatian kita semua sehingga dalam pembangunan demokrasi kita harus memperbaiki dan membangun partai yang sehat.