MENU TUTUP
Terpopuler     Nasional Daerah Home
Tokoh

Jokowi, dari Keluarga Sederhana ke Istana

Kamis, 02 Februari 2017 | 18:51 WIB / Rahman
Jokowi, dari Keluarga Sederhana ke Istana Presiden Jokowi
Jakarta - Presiden Joko Widodo (Jokowi) berasal dari keluarga sederhana. Konon, rumahnya pernah digusur tiga kali, ketika dia masih kecil. Meski begitu, ia mampu menyelesaikan pendidikannya di Fakultas Kehutanan Universitas Gajah Mada. Setelah lulus, dia menekuni profesinya sebagai pengusaha mebel.
 
Jokowi lahir dari pasangan Noto Mihardjo dan Sudjiatmi dan merupakan anak sulung dan putra satu-satunya dari empat bersaudara. Ia memiliki tiga orang adik perempuan bernama Iit Sriyantini, Ida Yati dan Titik Relawati.
 
Ia sebenarnya memiliki seorang adik laki-laki bernama Joko Lukito, namun meninggal saat persalinan. Sebelum berganti nama, Jokowi memiliki nama kecil Mulyono. Ayahnya berasal dari Karanganyar, sementara kakek dan neneknya berasal dari sebuah desa di Boyolali.
Pendidikannya diawali dengan masuk SD Negeri 112 Tirtoyoso yang dikenal sebagai sekolah untuk kalangan menengah ke bawah.
 
Dengan kesulitan hidup yang dialami, ia terpaksa berdagang, mengojek payung, dan jadi kuli panggul untuk mencari sendiri keperluan sekolah dan uang jajan sehari-hari. Saat anak-anak lain ke sekolah dengan sepeda, ia memilih untuk tetap berjalan kaki. Mewarisi keahlian bertukang kayu dari ayahnya, ia mulai bekerja sebagai penggergaji di umur 12 tahun.
Jokowi kecil telah mengalami penggusuran rumah. Penggusuran yang dialaminya sebanyak tiga kali pada masa kecil itu mempengaruhi cara berpikirnya dan kepemimpinannya kelak setelah menjadi Wali Kota Surakarta saat harus menertibkan permukiman warga.
 
Setelah lulus SD, ia kemudian melanjutkan pendidikan di SMP Negeri 1 Surakarta. Ketika lulus SMP, ia sempat ingin masuk SMA Negeri 1 Surakarta, namun gagal sehingga pada akhirnya masuk ke SMA Negeri V Surakarta.
 
Jokowi menikah dengan Iriana di Solo, tanggal 24 Desember 1986, dan memiliki 3 orang anak, yaitu Gibran Rakabuming Raka (1988), Kahiyang Ayu (1991), danKaesang Pengarep (1995).
 
Dengan kemampuan akademis yang dimiliki, ia diterima di Jurusan Kehutanan, Fakultas Kehutanan Universitas Gajah Mada. Kesempatan ini dimanfaatkannya untuk belajar struktur kayu, pemanfaatan, dan teknologinya. Ia berhasil menyelesaikan pendidikannya dengan judul skripsi "Studi tentang Pola Konsumsi Kayu Lapis pada Pemakaian Akhir di Kodya Surakarta". Selain kuliah, ia juga tercatat aktif sebagai anggota Mapala Silvagama.
 
Setelah lulus pada 1985, ia bekerja di BUMN PT Kertas Kraft Aceh, dan ditempatkan di area Hutan Pinus Merkusii di Dataran Tinggi Gayo, Aceh Tengah,. Namun ia merasa tidak betah dan pulang menyusul istrinya yang sedang hamil tujuh bulan. Ia bertekad berbisnis di bidang kayu dan bekerja di usaha milik Pakdenya, Miyono, di bawah bendera CV Roda Jati.
 
Pada tahun 1988, ia memberanikan diri membuka usaha sendiri dengan nama CV Rakabu, yang diambil dari nama anak pertamanya. Usahanya sempat berjaya dan juga naik turun karena tertipu pesanan yang akhirnya tidak dibayar. Namun pada tahun 1990 ia bangkit kembali dengan pinjaman modal Rp 30 juta dari Ibunya.
 
Wali Kota Solo
 
Karier politiknya tidak langsung terbang ke istana, tapi ia mulai dengan menjadi Wali Kota Solo pada tahun 2005. Namanya mulai dikenal setelah dianggap berhasil mengubah wajah Kota Solo menjadi kota pariwisata, kota budaya, dan kota batik.
 
Di bawah kepemimpinannya, Solo mengalami perubahan dan menjadi kajian di universitas dalam dan luar negeri. Salah satunya adalah kemampuan komunikasi politik Jokowi yang berbeda dengan kebanyakan gaya komunikasi politik pemimpin lain pada masa itu, yang menjadi kajian riset mahasiswa pascasarjana Universitas Indonesia.
 
Di bawah kepemimpinannya, bus Batik Solo Trans diperkenalkan, berbagai kawasan seperti Jalan Slamet Riyadi dan Ngarsopuro diremajakan, dan Solo menjadi tuan rumah berbagai acara internasional. Selain itu, Jokowi juga dikenal akan pendekatannya dalam merelokasi pedagang kaki lima yang "memanusiakan manusia". Berkat pencapaiannya ini, pada tahun 2010 ia terpilih lagi sebagai Wali Kota Surakarta dengan suara melebihi 90%.
 
Gubernur DKI Jakarta
 
Jokowi diminta secara pribadi oleh Jusuf Kalla untuk mencalonkan diri sebagai Gubernur DKI Jakarta  pada Pilgub DKI tahun 2012. Karena merupakan kader PDIP, maka Jusuf Kalla meminta dukungan dari Ketua Umum PDIP, Megawati Soekarnoputri, yang awalnya terlihat masih ragu. Sementara itu Prabowo Subianto juga melobi PDIP agar bersedia mendukung Jokowi sebagai calon gubernur karena membutuhkan 9 kursi lagi untuk bisa mengajukan Calon Gubernur.
 
Pada saat itu, PDIP hampir memilih untuk mendukung Fauzi Bowo dan Jokowi sendiri hampir menolak dicalonkan. Sebagai wakilnya, Basuki Tjahaja Purnama yang saat itu menjadi anggota DPR dicalonkan mendampingi Jokowi dengan pindah ke Gerindra karena Golkar telah sepakat mendukung Alex Noerdin sebagai Calon Gubernur.
 
Pasangan ini awalnya tidak diunggulkan. Hal ini terlihat dari klaim calon pertama yang diperkuat oleh Lingkaran Survei Indonesia bahwa pasangan Fauzi Bowo dan Nachrowi Ramli akan memenangkan Pilkada dalam 1 putaran. Namun, Jokowi akhirnya terpilih menjadi Gubernur DKI.
Presiden Jokowi membaca sumpah presiden pada upacara pelantikan di Gedung Parlemen, Jakarta, 20 Oktober 2014.
 
Ke istana
 
Setelah terpilih sebagai Gubernur DKI Jakarta, popularitas Jokowi melejit berkat rekam jejaknya yang baik dan pendekatannya yang membumi dan pragmatis, seperti yang ditunjukkan melalui program "blusukan" untuk memeriksa keadaan di lapangan secara langsung.
 
Akibatnya, Jokowi merajai survei-survei calon presiden dan menyingkirkan kandidat lainnya, sehingga muncul wacana untuk menjadikannya calon presiden. Namun, selama berbulan-bulan wacana tersebut menjadi tidak pasti karena pencalonan Jokowi di PDIP harus disetujui Megawati.
 
Namun, pada tanggal 14 Maret 2014, Megawati akhirnya menulis langsung surat mandat kepada Jokowi untuk menjadi calon presiden, dan Jokowi mengumumkan bahwa ia bersedia dan siap melaksanakan mandat tersebut untuk maju sebagai calon presiden Republik Indonesia dalam Pilpres 2014.
 
Jokowi memulai masa kepresidenannya dengan meluncurkan Kartu Indonesia Sehat, Kartu Indonesia Pintar, dan Kartu Keluarga Sejahtera. Upaya ini oleh partai oposisi dianggap untuk meredam sementara kenaikan harga BBM.
 
Sebagai Presiden Indonesia terpilih, Jokowi menegaskan sikap politiknya untuk memimpin Indonesia dengan kekayaan manusia, budaya, dan pluralitasnya supaya tidak kehilangan arah dalam mengejawantahkan isi UUD 1945 dan makna Pancasila.
 
Sikap ini menurutnya juga dipandang perlu diimplementasikan oleh setiap pemimpin pada semua level pemerintahan baik kota hingga skala nasional. Jokowi memilih memaknai lewat ajaran trisakti Bung Karno yakni berdaulat di bidang politik, berdikari di bidang ekonomi, dan berkepribadian nasional di bidang kebudayaan.
 
"Saya sebagai seorang Presiden juga harus punya ideologi jelas, apa itu? Berdaulat, berdikari dan berkepribadian. Ideologi kita sama, Pancasila, tetapi cara penerapannya berbeda. Ada yang lewat gerakan perubahan restorasi Indonesia, ada yang lewat cara-cara lain. Seorang pemimpin baik di kabupaten, kota, provinsi, tingkat nasional, memimpin itu harus punya ideologi. Harus ada ideologinya. Tanpa itu kita tak punya arah,” kata Presiden Jokowi.
Baca Juga
Kontak Informasi indonesiareports.com
Redaksi: redaksiindonesiareports[at]yahoo.com
Iklan: iklanindonesiareports[at]yahoo.com