Program MBG Jadi Penyangga Harapan Siswa di Desa Miskin Wee Pangali
Dok: Istimewa.
Jakarta - Di tengah kondisi ekonomi masyarakat Desa Wee Pangali yang serba terbatas, hidangan Program Makan Bergizi Gratis (MBG) menjadi alasan kuat bagi para siswa untuk tetap datang ke sekolah setiap hari.
Para guru di SD Katolik Wee Pangali, Kecamatan Kota Tambolaka, Sumba Barat Daya, mengungkapkan bagaimana menu MBG telah mengubah perilaku dan semangat belajar anak-anak.
“Anak-anak tetap masuk meskipun kurang sehat. Mereka bilang makanan MBG terlalu berharga kalau dilewatkan,” ujar Theresia Tamo Ina, guru di sekolah tersebut, Kamis (13/11).
Theresia menyebut ada sejumlah siswa yang tetap datang walaupun tubuh mereka terlihat lemah: Alfarel Frengki Dede, Natalia Grace Yango, Maria Isa Bella, Reinarda Desniyanti Anata Kodu, hingga Priska Renata Ladi dan Cahaya Putri Tanggu Dendo. Mereka datang dengan antusias, menunggu jatah makanan yang menurut mereka “mewah”.
Sudah sembilan bulan MBG berjalan di SD Katolik Wee Pangali. Dalam waktu itu, perubahan terjadi cepat: kehadiran meningkat, siswa lebih bersemangat, dan suasana kelas menjadi hidup. Meski demikian, sekolah menghadapi tantangan pada hari Sabtu hari belajar tambahan. Tanpa MBG, kehadiran siswa langsung turun drastis.
“Kami berharap MBG juga diberikan pada hari Sabtu,” ujar Theresia.
Rendahnya asupan gizi anak di desa ini bukan hal baru. Data tahun 2024 mencatat 55 balita berat badan kurang, 37 anak stunting, dan 37 anak kekurangan gizi. Semua itu terlihat jelas di sekolah.
Seorang siswa kelas 1, Deodatus Fredy Bulu, berusia tujuh tahun tetapi bertubuh jauh lebih kecil dibanding teman-temannya. Banyak siswa lain tampak kurus dan bahkan tidak mampu membeli seragam sekolah.


