KPK HARAMKAN ANGGARAN COVID 19 UNTUK KAMPANYE KEPALA DAERAH
Jakarta-Inilah arogansi penguasa daerah yang semena-mena menabrak aturan hukum yang berlaku. Mentang-mentang petahana sedang berkuasa, penyaluran sembako yang bersumber dari dana covid 19 yang dialokasikan pemerintah melalui Kementerian Sosial, malah di manfaatkan untuk kepentingan pencitraan si kepala daerah.
Kejadian itu terjadi di Kabupaten Lampung Tengah. Bingkisan sembako ditempeli foto yang berkaitan dengan pencitraan si Bupatinya. “Itu berarti, bingkisan sembako itu seolah-olah dari sang bupati, padahal jelas dananya dari kas negara,“ Kata R.Bambang, SS Ketua Umum Corruption Investigation Committee (CIC).
Bambang mengatakan, CIC berkomitmen dan siap membantu Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam mengungkap penyalahgunaan kewenangan jabatan, terkait penggunaan dana covid-19, khususnya yang terjadi di Kabupaten Lampung Tengah.
Menurutnya, meski tidak ada unsur korupsi keuangan Negara dalam hal itu, namun yang pasti motif kampanye dalam penyaluran dana bansos kepada rakyat, jelas tergolong korupsi kewenangan.
Menanggapi hal itu, Ketua KPK Firli Bahuri mengatakan pencitraan melalui penyaluran bantuan covid-19 tidak dibenarkan. Laporan tersebut merupakan anggaran untuk meningkatkan citra diri guna mengambil hati rakyat dalam pilkada 2020.
“Penanganan covid-19 dijadikan sarana sosialisasi atau alat kampanye, seperti pemasangan foto bupati pada bantuan sosial kepada masyarakat yang terkena dampak pandemi ini, tidak diperbolehkan,”kata Firli dalam keterangan resminya.
Firli menambahkan, lembaga pelaksana pilkada seperti Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan badan pengawas pemilu (bawaslu), seharusnya turun tangan menindak oknum kepala daerah tersebut.
“Bawaslu jangan ragu memberikan sanksi kepada petahana, yang menggunakan dana bantuan bansos, untuk kepentingan pencitraan kepala daerah,” tegas Firli.
Menurut Firli, sangsi berat dapat dijatuhkan bagi calon petahana yang menyelewengkan bantuan sosial tersebut, sebagaimana bisa dilihat pada Pasal 71 ayat 3 Undang-Undang No. 10 Tahun 2016 tentang Pilkada, berupa pembatalan pencalonan.
“Kepala daerah di larang menggunakan kewenangan,program,kegiatan yang menguntungkan atau merugikan salah satu pasangan calon, baik di daerah sendiri maupun didaerah lain, dalam waktu enam bulan sebelum tanggal penetapan paslon sampai dengan penetapan paslon terpilih ,"bunyi pasal tersebut. (*)