Pemindahan Ibu Kota, Ketua DPR: Bukan Hal Mustahil untuk Dilakukan
Jakarta - Ketua DPR RI Bambang Soesatyo mengaku sempat membahas perihal rencana pemindahan ibu kota negara di Istana Negara. Ia mengatakan persiapan pemindahan ibu kota harus matang dan tak membebani APBN.
"Pemindahan ibu kota negara bukan hal mustahil untuk dilakukan, dengan catatan dilakukan melalui persiapan dan kajian yang matang. Terutama agar tidak membebani struktur APBN yang saat ini difokuskan untuk pembangunan manusia dan kesejahteraan rakyat," ujar Bambang dalam siaran persnya, Selasa (7/5/).
Ia menyampaikan hal tersebut usai menghadiri acara buka puasa di Istana Negara, Jakarta, Senin (6/5/). Soal pembahasan pemindahan ibu kota sendiri, kata Bambang, dilakukan bersama Presiden Jokowi, Wakil Presiden Jusuf Kalla, Ketua MPR RI Zulkifli Hasan, Ketua DPD RI Oesman Sapta Odang, Ketua Mahkamah Konstitusi Anwar Usman, Ketua Komisi Yudisial Jaja Ahmad Jayus, Wakil Ketua MPR RI Muhaimin Iskandar, Wakil Ketua DPR RI Agus Hermanto dan Wakil Ketua DPR RI Fahri Hamzah, sebelum acara buka puasa bersama dimulai.
Jokowi, lanjut Bambang, menyampaikan dibutuhkan lahan seluas 40 ribu hektar untuk wilayah ibu kota negara baru. Jokowi juga mengungkapkan ada tiga daerah yang luasnya memenuhi syarat minimal tersebut yang siap dibangun.
"Dalam diskusi kecil sambil menunggu Azan Magrib bersama Wapres, Ketua MPR, Ketua DPD dan saya sebagai Ketua DPR, Presiden menjelaskan dibutuhkan paling sedikit luas lahan 40.000 hektar untuk ibu kota negara yang baru. Bahkan Presiden menyampaikan sudah ada lahan milik negara di tiga daerah dengan luas 80.000 hektar, 120.000 hektar, dan 300.000 hektar yang siap dibangun," kata Bambang.
Ia masih menyampaikan penjelasan Jokowi terkait proyek pembangunan ibu kota baru yang akan diserahkan ke BUMN dan pihak swasta agar tak membebani APBN.
"Intinya kita membangun kota baru dan pusat pemerintahan di lokasi yang tidak jauh dari kota yang sudah fungsional atau aktif sebelumnya. Semua nanti, kata presiden akan dikerjakan oleh BUMN dan swasta sehingga tidak membebani APBN," ucapnya.
Bambang menuturkan ibu kota baru tidak akan berada jauh dari kota yang sudah aktif secara fungsional sehingga tidak perlu lagi ada pembangunan objek-objek transportasi vital seperti bandara dan pelabuhan.
"Sehingga kita tidak perlu membangun bandara baru, kalau wilayahnya di pinggir pantai tidak perlu bangun pelabuhan baru. Dari hasil kajian Bappenas, dana yang dibutuhkan total kira-kira Rp 480 triliun," tambahnya.
Politisi dari Partai Golkar ini menjelaskan hasil kajian pemindahan ibu kota negara yang telah dirumuskan oleh Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional akan dibahas secara mendalam dalam rapat kerja dengan berbagai komisi di DPR RI. Dalam rapat, Bambang mengatakan DPR dan Pemerintah akan saling mengoreksi dan bersaran.
"Rabu, 8 Mei 2019 nanti DPR RI akan kembali membuka masa persidangan. Rencana pemindahan ibu kota negara harus dibahas secara komprehensif dalam rapat kerja pemerintah dengan komisi terkait di DPR RI, agar tidak ada yang terlewatkan. Sehingga kita bisa saling mengoreksi dan memberikan masukan. Selain itu juga berkaitan dengan Undang-Undang Daerah Khusus Ibu Kota, yang saat ini dimiliki oleh Jakarta. Jika jadi dipindah, undang-undang tersebut tentu akan mengalami penyesuaian terhadap daerah baru yang dijadikan ibu kota negara," jelasnya.
Menurut Bambang, keseriusan pemerintahan Jokowi merealisasikan memindahkan ibu kota negara patut diapresiasi karena membuktikan komitmen Jokowi dalam meratakan pembangunan dan pertumbuhan.