Arsyad Prayogi: Revolusi Industri 4.0 dan Arus Baru Masyarakat Indonesia
Jakarta - Dunia sedang memasuki era baru, era dimana perubahan melampui batas-batas kesadaran manusia, era yang diwarnai oleh kecerdasan buatan (artificial intelligence) dengan kekuatan digitalisasi, teknologi informasi, interkoneksi, dan analisis data hingga rekayasa genetika yang akan mengakibatkan dampak terhadap ekonomi, industri, pemerintahan, politik serta nilai-nilai demokrasi dan kebangsaan sehingga membuka perdebatan atas definisi manusia itu sendiri.
Era ini disebut dengan The Fourth Industrial Revolution (Revolusi Industri 4.0) dengan mengintegrasikan seluruh teknologi eletronik berbasis digital tersebut ke dalam kehidupan sehari-hari. Era ini menegaskan juga dunia sebagai kampung global (Marshall McLuhan, The Gutenberg Galaxy: The Making of Typographic Man (1962).
Revolusi Industri Pertama ditandai dengan mekanisasi produksi menggunakan tenaga air dan uap. Lalu, produksi massal menjadi sebuah kemungkinan yang terbuka berkat adanya tenaga listrik pada Revolusi Industri Kedua.
Sektor industri kemudian bisa mewujudkan otomatisasi produksi pada Revolusi Industri Ketiga karena dukungan industri elektronik dan teknologi informasi. Semua perubahan itu mendorong manusia beradaptasi, karena pada akhirnya akan mengubah perilaku, cara bekerja hingga tuntutan keterampilan.
Banjir informasi yang telah diprediksi menemukan bentuknya (Alvin Toffler, Future Shock (1970). Karena kecanggihan teknologi, kita semakin mudah melihat kesenjangan ekonomi, kebangkitan neo-konservatisme, serta bagaimana Tiongkok perlahan bangun dari tidur panjangnya menjelma menjadi negara adidaya.
Beragam topik silih berganti muncul mendominasi ruang publik sehingga kita mengenal istilah trending topic (bagi pengguna sosial media). setiap orang kini bisa berpartisipasi dalam perdebatan apa itu disruption, menjadi venture capitalist, atau penggagas start-up company. Perubahan ini yang kemudian menjadi arus baru bagi masyarakat Indonesia.
Arus Baru Masyarakat Indonesia
Indonesia memasuki arus baru di era Revolusi Industri 4.0 yang ditandai dengan serba digitalisasi dan otomasi. Terbukti dengan hadirnya beberapa start up di Indonesia di bidang industri trasnportas, iindustri perbelanjaan serta industri perbankan dan ekonomi uang tunai dalam bentuk finansial teknologi dan ekonomi digital serta lain-lain yang telah memudahkan masyarakat, karena bisa memesan transportasi ataupun berbelanja dan transaksi pembayaran hanya dalam satu genggaman smartphone.
Sayangnya, belum semua elemen masyarakat menyadari konsekuensi logis atau dampak dari perubahan-perubahan yang ditimbulkannya. Bahkan, fakta-fakta perubahan itu masih sering diperdebatkan. Pertama. Hadirnya traveloka, lazada, alibaba, tokopedia dan lain-lainnya di Indonesia berdampak pada industri perbelanjaan.
Banyaknya toko konvensional di pusat perbelanjaan yang tutup sering dipolitisasi dengan argumentasi bahwa kecenderungan itu disebabkan oleh menurunnya daya beli masyarakat. Padahal, toko-toko konvensional memang mulai menghadapi masalah serius atau minim pengunjung karena sebagian masyarakat perkotaan lebih memilih sistem belanja online. Dari beli baju, sepatu, dan buku hingga beli makanan semuanya dengan pola belanja online.
Kedua. Adanya sistem pembayaran transaksi dan simpan pinjam dalam industri perbankan seperti e-banking, e-money, e-tol, akulaku, paytren, kreditpintar, uang tunai dalam bentuk finansial teknologi dan ekonomi digital akan berakibat pada 30 persen pos pekerjaan pada setiap perusahaan diprediksi akan hilang dalam beberapa tahun mendatang.
Maka, secara konsekuensi logis pemutusan hubungan kerja (PHK) di sektor perbankan dan keuangan pun tak terhindarkan. Industri surat kabar pun mengalami penurunan skala bisnis yang cukup signifikan, karena tak bisa bisa menghindari dampak dari pesatnya pertumbuhan media online.
Ketiga. Dalam industri trasnportasi, pertarungan kepentingan antara taksi konvensional dan taksi online tak terhindarkan. Adanya Go-Jek, Grab dan Uber meniscayakan taksi kovensional untuk mampu bersaing dan beradabtasi. Beberapa ilustrasi ini menggambarkan perubahan yang muncul akibat digitalisasi dan otomasi dalam era Industri 4.0 sekarang ini. Perubahan-perubahan besar menjadi tak terhindarkan ketika dunia harus bertransformasi mengikuti perubahan zaman.
Kehadiran Revolusi Industri 4.0 bagi masyarakat Indonesia akan terus menghadirkan banyak perubahan yang tak bisa dibendung. Karena itu, ada urgensinya jika negara perlu berupaya maksimal dan lebih gencar memberi pemahaman kepada semua elemen masyarakat tentang hakikat era Industri 4.0 dengan segala konsekuensi logisnya.
Langkah ini penting karena belum banyak yang berminat memahami Industri 4.0. Masyarakat memang sudah melakoni beberapa perubahan itu, tetapi kepedulian pada tantangan di era digitalisasi dan otomasi sekarang ini pun terbilang minim.
Maka, negara harus mengambil inisiatif mendorong semua elemen masyarakat lebih peduli era Industri 4.0. Dengan memberi pemahaman yang lebih utuh dan mendalam, masyarakat dengan sendirinya akan terdorong untuk bersiap menghadapi sekaligus merespons perubahan-perubahan dimaksud. Pun menjadi sangat penting adalah mendorong sektor pendidikan nasional-dari pendidikan dasar hingga pendidikan tinggi-menyesuaikan kurikulum pendidikan dengan tantangan dan kebutuhan pada era sekarang ini. Kurikulum yang membuka akses bagi generasi milenial mendapatkan ilmu dan pelatihan untuk menjadi pekerja yang kompetitif dan produktif.
Making Indonesia 4.0
Untuk merespons perubahan pada era Industri 4.0, pemerintah telah bersiap dengan merancang peta jalan (road map) berjudul Making Indonesia 4.0, sebagai strategi Indonesia memasuki era digital saat ini. Making Indonesia 4.0 menetapkan arah yang jelas bagi masa depan industri nasional.
Negara berketetapan untuk fokus pada pengembangan lima sektor manufaktur yang akan menjadi percontohan, serta menjalankan 10 inisiatif nasional untuk memperkuat struktur perindustrian Indonesia, termasuk inisiatif mempersiapkan tenaga kerja yang andal dan memperkuat SDM masyarakat Indonesia serta keterampilan khusus untuk penguasaan teknologi terkini.
Belum lama ini, Presiden Joko Widodo juga mengungkapkan bahwa pemerintah telah mengelompokkan lima industri utama yang disiapkan untuk Revolusi Industri 4.0.
"Lima industri yang jadi fokus implementasi Industri 4.0 di Indonesia yaitu industri makanan dan minuman, tekstil, otomotif, elektronik, dan kimia," kata Presiden saat membuka Indonesia Industrial Summit 2018 di Jakarta Convention Center (JCC) pada pekan pertama April 2018.
Menurut Presiden, kelima industri tersebut ditetapkan menjadi tulang punggung guna meningkatkan daya saing. Lima sektor tersebut juga dinilai Presiden akan menyumbang penciptaan lapangan kerja lebih banyak serta investasi baru berbasis teknologi. Memang, era Industri 4.0 sudah menghadirkan pabrik cerdas karena kecerdasan buatan atau artificial intelligence (AI). Namun, peluang bagi tercipta dan tersedianya lapangan kerja baru tetap terbuka.
Persiapan negara berlanjut dengan gagasan pembangunan infrastruktur digital. Saat ini, Kementerian Perindustrian bersama Kemenkominfo serta PT Telekomunikasi Indonesia (Telkom) sedang melakukan mapping penerapan teknologi 5G di sejumlah kawasan industri. Sebab, sektor industri butuh konektivitas serta interaksi melalui teknologi informasi dan komunikasi yang terintegrasi dan dapat dimanfaatkan di seluruh rantai nilai manufaktur demi efisiensi dan peningkatan kualitas produk.
Sedangkan Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto sudah mengemukakan keyakinannya bahwa Indonesia berpeluang besar menjadi pemain kunci di Asia dalam implementasi Industri 4.0. Ada dua potensi nyata yang melandasi keyakinan itu, yakni pasar yang besar dan ketrampilan. Dua potensi ini mampu mendukung pengembangan era digital.
Sebab, dewasa ini jumlah pengguna internet di Indonesia mencapai 143 juta orang. Dan, ketrampilan generasi milenial bisa terekam pada semua perguruan tinggi atau universitas di Indonesia. Airlangga pun memastikan bahwa generasi milenial akan memainkan peran penting. Sedikitnya 49,5 persen pengguna internet berusia 19-34 tahun. Mereka berinteraksi atau melek teknologi berkat telepon pintar (smartphone).
Potensi nyata yang digambarkan Menteri Airlangga itu harus ditingkatkan dan dipertajam. Sebab, dalam fungsinya sebagai pekerja, masyarakat Indonesia dituntut untuk meningkatkan kapasitas. Tak cukup hanya dengan penguasaan teknologi, tetapi harus dilengkapi penguasaan sejumlah bahasa asing agar bisa komunikatif pada tingkat global. Peningkatan kapasitas pekerja milenial itu bisa diwujudkan melalui pelatihan, kursus dan sertifikasi. Industri dan institusi pendidikan pun harus peduli pada isu tentang peningkatan kapasitas pekerja di era Industri 4.0 ini.
Kementerian Perindustrian sedang giat-giatnya mendorong peningkatan kompetensi sumber daya manusia (SDM) Indonesia agar menguasai teknologi digital. Salah satu cara yang dipilih adalah program vokasi SMK dan industri, serta memacu politeknik melalui program skill for competitiveness. Akan menjadi sangat ideal jika program peningkatan kompetensi SDM masyarakat Indonesia itu bisa masuk dalam kurikulum pendidikan sejak pendidikan dasar untuk menyiapkan generasi milenial yang kompetitif produktif.
Inilah arus baru masyakarat Indonesia dengan segala kondisi perubahan dan langkah-langkah strateginya. kehadiran Revolusi Industri 4.0 akan terus menghadirkan banyak perubahan. Akan menjadi tantangan besar bagi anak-anak muda Indonesia. Kuncinya adalah perkuat nalar kreativitas, produktivitas, sinergitas, inovasi, dan mampu beradaptasi, apabila hal ini tidak dilakukan maka menjadi ancaman dan tersingkir oleh zaman.
Penulis
Arsyad Prayogi
Anak Muda NU Penggiat Ekonomi Indonesia