Tahun Depan, Upah Buruh Naik 8,03%
Jumat, 19 Oktober 2018 | 09:36 WIB / Ali Ramadan Munthe
Wakil Ketua Umum Kadin Bidang Ketenagakerjaan dan Hubungan Industrial Antonius J. Supit
Jakarta - Kementerian Tenaga Kerja (Kemnaker) telah menetapkan kenaikan upah minimum provinsi (UMP) 2019 sebesar 8,03%.
Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia setuju bila kenaikan upah minimum provinsi (UMP) 2019 sebesar 8,03%. Kenaikan UMP di angka tersebut merupakan rencana pemerintah.
Wakil Ketua Umum Kadin Bidang Ketenagakerjaan dan Hubungan Industrial Antonius J. Supit menyampaikan, kenaikan UMP yang mengacu Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 78/2015 tentang Pengupahan, sudah tepat. Kenaikan UMP itu berdasarkan inflasi dan pertumbuhan ekonomi.
"Ya itu kan karena kita tunduk kepada PP 78 yang sudah mengatur bahwa dalam periode 5 tahun itu dasar kenaikannya seperti itu, jadi kita setuju," katanya, Jakarta Rabu (17/10/2018).
Dia menilai kondisi sekarang ini dibutuhkan kepastian untuk investor agar mau berinvestasi di Indonesia. Itu ujung-ujungnya akan menciptakan lapangan pekerjaan baru. Kenaikan UMP sesuai hitung-hitungan dalam PP 78 dinilainya sudah cukup memberi kepastian.
"Itu sudah jadi kesepakatan kita bersama sebelumnya bahwa ada kepastian, yang dasar kenaikannya kan inflasi dan pertumbuhan ekonomi. Artinya setiap investor kan bisa memprediksi kenaikan. (UMP naik 8,03) saya kira kita dukung lah itu," jelasnya.
Menurut dia kenaikan UMP harus melihat dari segala aspek, bukan sekedar kepentingan buruh maupun pengusaha saja. Melainkan untuk mendorong terciptanya lapangan kerja dengan adanya kepastian kenaikan upah.
Namun, Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) menolak rencana kenaikan upah minimum provinsi (UMP) 2019 sebesar 8,03%. Para buruh meminta kenaikan upah sebesar 20-25%.
Tetapi, Antonius menilai dalam situasi perekonomian saat ini sulit untuk menaikkan upah hingga 25%. Hal itu tercermin dari pengumuman Badan Pusat Statistik (BPS) bahwa realisasi ekspor Indonesia pada September turun 6,58% dibandingkan Agustus 2018.
Meski pada September neraca perdagangan surplus sebesar US$ 227 juta. Tapi secara riil menurutnya terjadi penurunan.
"Ekspor turun, walaupun kita surplus neraca perdagangan tapi kan secara riil kita turun dibandingkan bulan lalu. Jadi ini kan faktor faktor pertimbangan," ujarnya.
Jadi, dia menilai saat ini dunia usaha juga perlu memperkuat daya saing. Namun bukan berarti mengabaikan kepentingan para buruh. Hanya saja tidak bisa juga hanya memikirkan kenaikan upah tinggi.