Inilah Solusi Jaga Stabilitas Harga Telur dan Daging Ayam di Pasaran
Selasa, 14 Agustus 2018 | 13:10 WIB / Lukman Hakim
Lokakarya “Menjaga Stabilitas Harga Telur dan Daging Ayam di Pasar Seperti Apa Solusinya?”.
Jakarta - Belakangan ini harga komoditas telur dan daging ayam di pasaran melonjak dari harga biasanya. Satu kilogram daging ayam mencapai harga Rp 40.000,00/kg sedangkan harga telur mencapai Rp 25.000,00/kg.
Nilai tersebut telah melewati batas harga acuan yang telah ditetapkan melalui Permendag 58 Tahun 2018. Dalam peraturan tersebut disebutkan harga acuan daging ayam di konsumen sebesar Rp 32.000,00/kg dan harga acuan telur sebesar Rp 22.000,00/kg.
Menurut Direktur Pengolahan dan Pemasaran Hasil Peternakan Kementerian Pertanian, Fini Murfiani, saat ini Kementerian Pertanian telah menugaskan 150 orang untuk menggali langsung penyebab terjadinya fluktuasi harga telur dan daging ayam di 15 provinsi seluruh Indonesia.
Upaya tersebut cukup membuahkan hasil. Sehingga harga dua komoditas tersebut dapat terkendali. Hal ini terbukti, lanjut fini, sejak minggu pertama bulan Agustus 2018 harga telur dan daging ayam telah mengalami penurunan.
“Untuk harga daging dari produsen 1,57% dan tingkat konsumen 0,35%. Lalu harga telur pada tingkat produsen 4,39% sedangkan tingkat konsumen 3,90%,” jelasnya belum lama ini dalam Lokakarya “Menjaga Stabilitas Harga Telur dan Daging Ayam di Pasar Seperti Apa Solusinya?” di Jakarta.
Di acara yang sama, Pengamat Ekonomi Pertanian dan Makanan Ternak, Khudori, mengungkapkan beberapa masalah yang menurutnya menyebabkan tidak stabilnya harga komiditas telur dan daging ayam di pasaran.
Pertama ketergantungan impor GGPS, GPS dan PS maupun pakan. Pasalnya ketika harga GGPS/GPS dan bahan pakan dunia naik, imbasnya akan langsung terasa di pasar domestik.
Selain itu, struktur industri perunggasan yang tidak berimbang serta ketersediaan dan instabilitas harga jagung juga menjadi salah satu penyebab fluktuasi harga.
“Ketersediaan jagung dan harga yang terjangkau merupakan pilar terciptanya industri perunggasan yang kompetitif,” terangnya.
Berdasarkan beberapa persoalan tersebut, Khudori menyampaikan solusi yang seharusnya dilakukan pemerintah untuk menstabilkan harga telur dan daging ayam.
Menurutnya, perhitungan kebutuhan impor GGPS dan GPS harus lebih akurat karena perencanaan produksi daging ayam perlu waktu 1,5 hingga 2 tahun. Produksi ayam tidak dapat dihentikan mendadak apabila ada kenaikan permintaan.
Selain itu, lanjutnya, pemerintah harus memastikan ketersedian pangan, jagung, baik dalam domestik maupun impor. Ia juga mengungkapkan agar jagung, daging serta telur ayam harus dijadikan sebagai pangan pokok.
“Telur dan daging ayam relatif terjangkau oleh warga untuk memenuhi kebutuhan protein,” ujarnya.