Hiraukan SK Gubernur Terkait Pembangunan Jalan, Djarot Diminta Tegas ke PT Mandara Permai
Sabtu, 12 Agustus 2017 | 12:57 WIB / Yapto Prahasta Kesuma
Pemerhati masalah perkotaan dari Megapolitan Strategis Indonesia, Novy Ariansyah.
Jakarta - Rencana pembangunan jalan tembus dari jalan Kapuk Raya sampai dengan jalan Pantai Indah Selatan 2, Kelurahan Kapuk Muara, Kecamatan Penjaringan, Kota Administrasi Jakarta Utara, terkatung-katung karena PT Mandara Permai tidak mau membuka jalan Pantai Indah Selatan 2.
“Saat ini pelaksanaan pembangunan jalan tersebut menjadi terkatung-katung, akibat sikap membandelnya PT Mandara Permai untuk membuka akses pintu area pengembangan,” kata pemerhati masalah perkotaan dari Megapolitan Strategis Indonesia, Novy Ariansyah dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Sabtu (12/8).
Ia menerangkan, penetapan lokasi pelaksanan pembangunan jalan tembus tersebut telah diterbitkan Surat Keputusan Gubernur Provinsi DKI Jakarta No 1244 Tahun 2015.
Bahkan, rapat koordinasi sudah pernah digelar pada 24 Februari 2017 di Ruang Rapat Biro Tata Pemerintahan Setda Provinsi DKI Jakarta.
“Tapi Mandara dengan berbagai alasan menolak membuka akses jalan dengan alasan bahwa disisi selatan berupa tanggul pembatas sebagai bagian dari sistem folder untuk pencegahan banjir di kawasan Pantai Indah Kapuk (PIK),” kata Novy.
Banyak permasalahan
Selain itu, Novy mengatakan, pada tahun 2012 tercatat PT Mandara Permai masih memiliki banyak permasalahan dalam pembebasan tanah untuk pembangunan real estate elite PIK, karena dibangun di atas tanah yang masih bermasalah.
“Aturan yang ada di Perda untuk komersial tarif 1 persen, bangunan nonkomersial 0,5 persen serta bangunan sosial tarif 0,25 persen. Tapi, dalam perjanjian kerja sama diterapkan hanya 0,006 persen saja retribusinya,” kata Novy.
Berdasarkan perhitungan tersebut, maka jumlah retribusi yang harus dibayarkan PT Mandara Permai mencapai Rp 534,9 miliar. Sedangkan saat itu, pada 1987 lalu, kurs dolar AS hanya Rp 900.
“Adapun tahun 2012 kurs sudah mencapai 9.000 rupiah per dolar AS. Kalau berdasarkan kurs tahun 2012, maka kerugian negara mencapai Rp 5,349 triliun. Tidak hanya itu, tanah yang dipergunakan untuk membangun real estate itu juga diduga masih bermasalah,” tegasnya.
Lebih lanjut, persoalan sertifikat HGB di kawasan PIK (No. 3515/Kapuk Muara) dinyatakan bermasalah pada saat dilakukan gelar perkara oleh Deputi Pengkajian dan Penanganan Sengketa dan Konflik Pertanahan, Drs Aryanto Sutadi, MH MSc yang dihadiri oleh seluruh jajaran BPN RI, Kanwil DKI dan kantor BPN Jakarta Utara, karena terkait adanya tanah seluas 86 ha milik veteran pejuang kemerdekaan, Kapten TNI (Purn) Niing bin Sanip yang belum mendapat ganti rugi dari PT Mandara Permai.
“Mandara telah menindas warga yang memiliki hak garap tanah seluas 86 hektare atas nama veteran pejuang kemerdekaan Kapten (Purn) Niing bin Sanip. Pengembang tetap saja membangun perumahan elite meski tidak mengantongi surat izin peruntukan penggunaan tanah (SIPPT) dan SP3L,” sesal Novy.
HGB bermasalah itu lantas dipecah menjadi empat sertifikat baru dimana kurang lebih 12 ha diantaranya diagunkan kepada Bank Panin untuk menarik kredit Rp 825,2 miliar yang akhirnya macet.
Sehingga, kredit macet tersebut terindikasi ada unsur sengaja untuk mendapatkan ketetapan pengadilan yang notabene mempunyai kekuatan hukum tetap.
“Jadi Ketetapan PN Jakarta Utara terkait sita jaminan dan lelang itu merupakan akal-akalan untuk mencuci status lahan atas penolakan PT Mandara Permai terhadap dibukanya akses jalan Pantai Indah Selatan 2 (ROW 47),” kata Novy.
Meninjau permasalahan PT Mandara Permai dalam pembebasan lahan, maka sudah sepantasnya Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dapat bertindak tegas.
“Tanpa pandang bulu terhadap sikap bandel dan terkesan kebal hukum PT Mandara Permai. Sebab, pembangunan jalan tembus yang akan menghubungkan dua jalan itu sangat bermanfaat, khususnya bagi warga sekitar,” tutup Novy.