Kebinekaan Harus Dihargai dengan Lapang Dada
Rabu, 26 Juli 2017 | 11:54 WIB / Rahman
Ahmad Syafii Maarif.
Jakarta - Tokoh kebangsaan Ahmad Syafii Maarif mengatakan setiap warga negara harus menghargai dengan lapang dada kebinekaan bangsa Indonesia.
"Kebinekaan itu harus kita hargai dalam diri kita masing-masing, jangan ada pemaksaan. Juga harus ada toleransi otentik yang tidak dibuat-buat," kata Syafii di Jakarta, Rabu (26/7).
Ia mengakui paham radikal dan terorisme merupakan ancaman bagi kebinekaan karena merasa paling benar dan tidak segan menyerang pihak yang berbeda.
Menurut dia, sangat tidak logis kelompok-kelompok radikal seperti ISIS atau Boko Haram di Nigeria mengklaim sebagai bagian dari Islam, agama yang notabene sangat toleran.
"Bahkan ada dalam bacaan salah satu ayat Al Quran disebutkan orang atheis pun berhak hidup di atas bumi. Artinya perbedaan itu adalah hak, sehingga kita harus saling menjaga, bukan saling meniadakan," kata Buya, sapaan akrabnya.
Ia menyayangkan dengan maraknya radikalisme dan terorisme banyak ayat-ayat Al Quran yang salah ditafsirkan. Ironisnya, penafsiran yang salah itu digunakan untuk "meracuni" orang lain agar mengikuti ideologi kekerasan ala kelompok radikal.
Menurut dia, kelompok teroris sesungguhnya menggunakan ajaran dari peradaban Arab yang sedang kalah, bukan ajaran Islam.
"Saya menyebutnya rongsongkan peradaban Arab. Ironisnya, rongsokan peradaban yang sudah kalah di Arab itu justru dibeli di sini. Bodoh sekali mereka itu. Semua terjadi karena wawasan, bacaan, dan pergaulan mereka terbatas," ungkap pendiri Maarif Institute ini.
Dikatakannya, orang yang kalah gampang kalap. Harusnya supaya tidak kalap, mereka belajar agama yang benar dan berlapang dada. Al Quran harus dilihat secara keseluruhan karena di sana ada benang merah, bukan dengan pemahaman yang dangkal dan sepenggal-sepenggal.
"Coba saja cari di Al Quran, apakah Islam mengajarkan teror? Tidak ada," kata mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah itu.
Syafii melihat terorisme di Indonesia selain dipicu pemahaman agama yang salah juga akibat ketimpangan sosial ekonomi yang parah sehingga seperti memunculkan rumput kering atau jerami kering yang mudah terbakar. Ini terjadi karena terlalu dominannya asing menguasai ekonomi negara ini.
"Saya khawatir betul karena ledakan ekonomi yang membuat kesenjangan terlalu jauh akan berbuntut prahara sehingga apa yang kita bangun selama ini akan berantakan," kata Syafii.
Ia memuji kebijakan Kepala BNPT Suhardi Alius yang menggunakan pendekatan bahasa hati dan ekonomi dalam menjalankan penanggulangan terorisme, terutama dalam mendekati dan merangkul mantan kombatan. Salah satunya peresmian masjid Baitul Muttaqien dan Taman Pendidikan Anak (TPA) di kampung bomber Bom Bali Amrozi cs yang dikelola Yayasan Lingkar Perdamaian yang dipimpin mantan teroris, Ali Fauzi, beberapa hari lalu.
"Pendekatan berbahasa hati dan sosial ekonomi lebih utama. Mereka anak-anak kita, bangsa kita yang mentalnya labil dan rentan pengaruh dari luar. Pendekatan inilah yang membuat kelompok radikal sekarang terlihat agak jinak," kata dia.