Kampanye Negatif LSM Asing
Bupati Merauke dan Bupati Boven Digoel Minta Pemerintah Bersikap Tegas
Selasa, 25 Juli 2017 | 02:10 WIB / Yapto Prahasta Kesuma
Stakeholder Meeting Pembangunan Industri Kelapa Sawit Papua : (kiri-kanan) Bioref IPB DR. Nyoto Santoso, Bupati Merauke Frederikus Gebze, Bupati Boven Digoel Benediktus Tambonop, anggota Komisi IV DPR RI H. Hamdhani, dan perwakilan masyarakat pemilik hak ulayat di Kabupaten Merauke dan Kabupaten Boven Digoel, Provinsi Papua.
Jakarta - Merespon keluhan masyarakat atas maraknya kampanye negatif dari LSM asing yang membuat perusahaan sawit di Kabupaten Merauke dan Kabupaten Boven Digoel belum juga membuka kebun masyarakat, para pemangku kepentingan (stakeholders) berkumpul di Jakarta, Senin (24/7) guna membahas tantangan dan hambatan industri perkebunan kelapa sawit di kedua kabupaten tersebut.
Hadir dalam pertemuan Bupati Merauke Frederikus Gebze, Bupati Boven Digoel Benediktus Tambonop, anggota Komisi IV DPR RI H. Hamdhani, Bioref IPB DR. Nyoto Santoso, dan beberapa orang perwakilan masyarakat pemilik hak ulayat (tanah adat-red) di Kabupaten Merauke dan Kabupaten Boven Digoel, Provinsi Papua.
“Kami sudah menunggu perusahaan membuka kebun untuk pemilik hak ulayat, tapi sampai sekarang perusahaan belum juga bersihkan lahan untuk bisa kami tanam kelapa sawit,” kata Abraham Yolmen, Ketua Koperasi Serba Usaha Merauke.
LSM asing (Mighty Earth dari Amerika dan AidEnvironment dari Belanda) kerap melakukan kampanye negatif tentang industri kelapa sawit melalui isu lingkungan dan menekan perusahaan sawit sehingga realisaasi pembangunan terhambat karena berbagai tuntutan dari LSM asing tersebut.
“Awalnya kami pikir mungkin perusahaan sengaja ulur-ulur waktu, namun dalam beberapa minggu terakhir kami baru mengetahui alasan perusahaan belum membuka kebun karena ada tekanan dari LSM asing itu,” Abraham Yolmen menjelaskan.
Bupati Merauke, Frederikus Gebze.
Persaingan bisnis
Bupati Merauke Frederikus Gebze menilai permasalahan yang terjadi di Papua tidak lepas dari adanya persaingan bisnis.
“ini persaingan bisnis yang mengakibatkan tidak adanya gentlemen agreement untuk adanya usaha bersama, persaingan yang sehat, tetapi menghasilkan masyarakat yang sejahtera, produktif, mandiri, dan bermartabat,” katanya.
Bupati meminta agar Pemerintah Pusat tegas terhadap siapa saja yang datang dan ingin mengganggu iklim investasi.
“Terutama di wilayah Selatan, khususnya di Kabupaten Merauke. Ini sangat penting karena berkaitan dengan hajat hidup orang banyak,” tuturnya.
Selain itu, Frederikus juga meminta supaya diberikan akses kemudahan agar pelaksanaan investasi pembukaan plasma yang ada di Kabupaten Merauke segera dilaksanakan.
“Dan mencabut izin moratorium sehingga pelaksanaan investasi untuk masyarakat lewat koperasi sesuai dengan konsesus 20 persen bisa dapat dijalankan dan masyarakat bisa menikmati apa yang dijalankan,” katanya lagi.
Ia menegaskan, kepentingan investasi yang ada di Kabupaten Merauke bukan atas dasar kepentingan kepala daerah atau sekelompok orang yang ingin memanfaatkan para investor untuk kepentingan pribadi.
“Ini bukan kepentingan kami, bukan kepentingan kelompok. Kami tidak dibayar, kami tidak disogok. Kami mengimbau kepada seluruh rekan-rekan, LSM, ataupun lembaga-lembaga yang mengkritisi terhadap pembangunan, saya minta untuk menghormati hak-hak hidup kami, untuk menghargai kesempatan kami ,dan menikmati pembangunan sebagaimana yang diamanatkan di dalam UU’45. ”
Bupati Boven Digoel, Benediktus Tambonop.
Membutuhkan investasi
Bupati Boven Digoel, Benediktus Tambonop menjelaskan untuk mengelola sumber daya yang begitu banyak di Papua, pemda tidak mempunyai kemampuan untuk mengelolanya, sehingga dibutuhkan investasi.
“Papua adalah sebuah daerah yang sangat luas. Dengan sumber daya yang begitu banyak tapi kami tidak punya kemampuan, baik daerah sendiri untuk mengelola itu. Dan dengan begitu luasnya wilayah itu, kemampuan daerah juga tidak mencukupi maka kami sangat membutuhkan investasi,” ujarnya.
Bupati Benediktus menerangkan, UU Perkebunan yang salah satu pasal memuat kewajiban pengusaha perkebunan untuk menyediakan lahan sebesar 20 persen untuk kebun plasma petani, sangat baik bagi masyarakat Papua agar dapat meningkatkan kesejahteraannya.
“Ini sesuatu yang sangat luar biasa, perubahan yang sangat bagus terjadi di tanah Papua khususnya di Selatan Papua. Dulu orang Papua tinggal di hutan bertelanjang badan pakai cawat, pakai koteka dibilang primitif. Sekarang, masyarakat kami mau maju, mau berubah, lalu apa masalahnya buat para LSM itu?,” tanya bupati.
Kami tidak menjual tanah orang lain, kami tidak memberikan dusun orang lain, yang kami berikan adalah dusun kami.
“Kami berikan sebagian dari lahan dusun untuk diinvestasi oleh investor yang mau masuk dan kami kebagian keuntungan, bisa menikmatinya, lalu kenapa?,” tanyanya lagi.
Perlu diketahui sambungnya, Bupati Merauke dan saya Bupati Boven Digoel dalam melakukan perjanjian investasi pun polanya kita ubah.
“Kalau ada investor masuk masyarakat harus setuju dulu, mereka setuju atas penjelasan dan sosialisasi yang dilakukan oleh perusahaan kepada mereka. Jadi mereka tahu keuntungannya apa dan mereka tahu kerugiannya apa, mereka setuju baru kami setuju, baru kami tanda tangan. Saya pikir itulah tugas kepala daerah untuk melindungi kepentingan masyarakat,” kata bupati.
Karena itu, Benediktus sangat menyayangkan maraknya kampanye negatif yang dilakukan para LSM yang dapat mengganggu iklim investasi, terlebih pihaknya selalu membuka pintu untuk dilakukan diskusi terkait permasalahan yang ada.
“Kami tidak pernah tertutup untuk berdiskusi mencari jalan keluar. Kalau ada solusi yang diberikan kepada masyarakat pemilik hak ulayat ini, kami pikir tidak ada masalah. Kalau mereka bisa diberikan jaminan hidup tiap bulan dan mereka diperintah untuk menjaga hutan saya pikir sebagai bupati saya tidak ada masalah, saya terima kasih sekali. Tapi kalau hanya bicara-bicara saja saya pikir hentikan, karena itu tidak menyelesaikan kehidupan masyarakat,” tegasnya.
Sementara itu, anggota Komisi IV DPR RI H. Hamdhani mengatakan Pemerintah memberikan perhatian serius terhadap investor yang berinvestasi di Papua.
“Investasi yang terbesar saat ini pada sektor perkebunan baik itu sawit dan karet, ke depan hutan tanam industri,” katanya.
Terkait kewajiban pengusaha perkebunan untuk menyediakan lahan sebesar 20 persen untuk kebun plasma petani, politisi dari Partai NasDem ini menegaskan hal tersebut harus dipatuhi bagi pengusaha perkebunan.
“Ketentuan ini harus dilaksanakan. Kalau tidak dilaksanakan perusahaan akan dikenakan semacam sanksi. Ini sudah berlaku di beberapa propinsi di Indonesia. Sebab pembangunan-pembangunan perkebunan itu harus seirama dengan pembangunan masyarakat, tidak boleh hak-hak tanah masyarakat dikuasi seluruhnya oleh korporasi. Ini sudah di atur oleh Pemerintah,” tutupnya.
Seperti diketahui, di Papua pertumbuhan perkebunan kelapa sawit cukup tinggi. Alhasil, perekonomian masyarakat disana bergerak positif. Demikian pula penyerapan tenaga kerjanya cukup tinggi.
Tidak hanya itu, kehadiran investor yang melakukan pembangunan perkebunan kelapa sawit juga diapresiasi pemda dan masyarakat setempat.
Sejak hadirnya perusahaan sawit telah nampak perubahan yang terjadi seperti telah dibangunnya sekolah, rumah sakit, tempat ibadah, dan pembangunan infrastruktur.