Pakar Hukum Tata Negara : DPD Diatur dalam Konstitusi, Nggak Bisa Main Bubarkan Saja
Jakarta - Tidak sedikit nada miring yang mengingingkan agar keberadaan Lembaga Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI) dibubarkan. Berbagai argumentasi disampaikan, mulai dari belum optimal dalam bekerja, pemborosan APBN dan sebagainya.
Namun, keberadaan DPD diatur di dalam konstitusi. Sehingga keberadaannya tidak bisa dibubarkan begitu saja.
"DPD itu diatur dalam konstitusi, nggak bisa main bubarkan saja DPD. Kalau ada yang nggak jalan, diperbaiki, bukan dibubarkan," kata Pakar Hukum Tata Negara, Bivitri Susanti di Bakoel Coffie, Cikini, Jakarta, Minggu (12/3).
Menurutnya, penyelenggara negara harus mengembalikan rasionalitas awal pembentukan DPD. Rumusan di dalam konstitusi, tujuan DPD didirikan untuk mengoptimalkan penyerapan aspirasi di daerah.
"Dulu, banyak pihak mendorong agar lahirnya parlemen bikameral, lalu kemudian lahir DPD sebagai bentuk model kekuasaan yang asimetris, dikhususkan bagi kepentingan daerah. Makanya karakter DPD itu beda (dengan DPR)," ucapnya.
Dalam kondisi saat ini, setidaknya ia mencatat ada dampak jangka pendek yang akan menerpa DPD, yakni DPD akan dikuasai oleh kekuatan partai politik. Ini diindikasikan dari pimpinan DPD yang telah menjadi ketua umum salah satu parpol.
Akibatnya, mental partai politik juga menerpa DPD. Para anggota DPD "gontok-gontokan" untuk rebutan kursi pimpinan, karena pimpinan DPD di dalam UU MD3 diatur di dalam tata tertib.
"Padahal esensinya pimpinan DPD itu tak lebih dari koordinator ratusan anggota DPD lain. Tapi malah rebutan semua," kata Bivitri.
Dampak jangka menengah, ia khawatir UU MD3 dan UU Pemilu akan berubah karena semakin kuatnya karakter parpol di DPD. "Jangan-jangan design pimpinan DPD juga nanti diubah. Padahal tujuan DPD bukan buat bagi-bagi kue kekuasaan sebagai senator," ujarnya.